Kenalkan, nama saya Boy, teman-teman biasa memanggilku Mas Boy. Saya
seorang pemuda berusia 25 tahun dengan tinggi badan 170 cm dan berat 55
kg. Meski usia saya kini sudah seperempat abad, namun pengetahuan saya
dalam dunia percintaan masih sangat minim dan belum punya banyak
pengalaman yang layak dibanggakkan sebagaimana layaknya anak muda jaman
sekarang. Sekarang saya sedang bekerja pada sebuah perusahaan swasta
yang bergerak di bidang jasa.
Jarak kantor itu sekitar 5 km dari
tempat tinggal saya. Kini saya tinggal dengan Om saya. Om Rudy
sehari-hari bekerja sebagai Kepala sekolah di sebuah SMK Negeri yang
cukup terkenal di kota kami, sementara tante saya bekerja sebagai
perawat di sebuah RS swasta. Kedua anaknya tinggal kost di kota lain
karena mereka tidak mau kuliah di kota kami. Sejak kedua anaknya kuliah
dan tinggal di kota lain, om dan tante saya hanya tinggal bertiga dengan
seorang pembantu.
Sekitar dua bulan kemudian Om Rudy mengajak
saya agar saya tinggal bersama mereka, dengan alasan daripada saya harus
kost di luar, lebih baik saya tinggal di rumah om saya saja karena di
rumahnya ada kamar yang kosong, kata om Rudy memberi alasan. Sebulan
kemudian, tante Rini membawa keponakannya ke rumah. Nama keponakan tante
Rini adalah Endang, usianya 15 tahun, ia sudah duduk di kelas dua SMKK
Negeri. Endang adalah seorang gadis yang cantik, cerdas, rajin dan baik
hati pada semua orang. Suatu ketika, om Rudy dan tante Rini pergi
menghadiri acara perpisahan siswa kelas II di sekolah tempat om
mengajar.
Ia sempat mengajak saya, namun saya menolak dengan
alasan saya agak lelah, lalu tante Rini mengajak Endang, namun Endang
juga menolak dengan alasan Endang lagi ada tugas dari sekolah yang harus
diselesaikan malam itu juga karena besok tugas itu sudah harus
dikumpulkan. Sebelum om dan tante meninggalkan rumah, mereka tidak lupa
berpesan agar kami berdua berhati-hati, karena sekarang banyak maling
yang pura-pura datang sebagai tamu, namun ternyata sang tamu tiba-tiba
merampok setelah melihat situasi yang memungkinkan. Setelah selesai
berpesan, om dan tante pun pergi sambil menyuruh saya menutup pintu.
Sejak
kepergian om dan tante, rumah jadi hening, kini hanya ada suara TV,
namun sengaja saya kecilkan volumenya karena Endang sedang belajar. Saya
hanya duduk di ruang depan menonton sebuah sinetron yang ditayangkan
salah satu stasiun TV swasta. Saya sempat menyaksikan adegan panas
seorang lelaki paruh baya yang sedang asyik berselingkuh dengan seorang
gadis yang ternyata teman sekantornya sendiri. Karena terlalu asyiknya
saya nonton TV, sehinggak saya sangat kaget ketika sebuah tangan menepuk
pundak saya. Setelah saya lihat ternyata Endang, ia tersenyum manis
sambil menarik lenganku dengan manja menuju kamarnya. Saya jadi
deg-degan setelah melihat penampilannya, ternyata ia hanya mengenakan
celana pendek ketat warna coklat muda dengan kaos orangenya yang super
ketat, sehinggak lekuk-lekuk tubuhnya tampak begitu jelas.
Sejenak
saya terpana melihat tubuhnya yang nyaris sempurna. Saya amati
pinggangnya bagai gitar spanyol dengan paha yang kencang, mulus, dan
bersih. Selain itu juga tampak buah dadanya sangat menantang. Sepertinya
ukuran BH-nya 34B. Pemandangan itu sempat mengundang pikiran jahat
saya. Bagaimana rasanya kalau saya menikmati tubuhnya yang nyaris
sempurna itu. Namun saya berusaha menyingkirkan pikiran itu karena saya
pikir bahwa dia adalah sepupu ipar saya, tinggal serumah dengan saya dan
saya pun menganggapnya sudah seperti adik kandung saya sendiri.
"Ada apa sih? Kok kamu mengajak saya masuk ke kamar kamu?" kataku agak bingung sambil berusaha melepaskan tangan saya.
Sebenarnya bukan karena saya menolak tetapi hanya karena grogi saja. Maklum saya belum pernah masuk ke kamar Endang sebelumnya.
"Kak, Endang mau minta tolong nih!" katanya sambil menatapku manja.
"Kakak mau nggak membantu saya menyelesaikan tugas ini, soalnya besok sudah harus dikumpul." kata dia setengah merengek.
"Oh,
maksudnya kamu mau minta tolong agar saya membantu kamu mengerjakan
tugas itu? Okelah. Saya akan membantumu dengan senang hati, saya kan
sudah berjanji untuk selalu menolongmu." kataku mantap.
"Asyik, makasih ya kak." kata Endang sambil menciumku.
Kontan
saya merasa tersengat aliran listrik karena meskipun umur sudah 25
tahun, saya belum pernah mendapat ciuman seperti itu dari seorang gadis,
apalagi ciuman itu datangnya dari gadis secantik Endang.
Saya
pun segera membantunya sambil sesekali mencuri padang padanya, namun
sepertinya ia tidak menyadari kalau saya memperhatikanya. Setelah kami
mengerjakan tugas itu sekitar 30 menit, tiba-tiba Endang berhenti
mengerjakan tugas itu. Ia mengeluh sambil memegangi keningnya.
"Kak, Endang pusing nih, boleh nggak kakak pijitin kepala Endang?" katanya sambil merapatkan badannya ke dada saya.
Sempat saya merasakan gesekan dari payudaranya yang cukup kencang namun terasa lembut.
"Emang kenapa kok Endang tiba-tiba pusing?" tanya saya agak heran.
"Ayo kak, tolong pijatin dong, kepala Endang pening!"
"Oke, dengan senang hati lagi." kataku penuh antusias.
Saya
lalu mulai menekan-nekan keningnya dengan tangan kiri saya dan tangan
kanan. Saya menahan lehernya agar badannya tidak bergoyang. Sesekali
saya juga mengelus pundaknya yang putih bersih.
"Kak, belakang
leher Endang juga kak, soalnya leher Endang agak kaku nih." katanya
sambil menuntun tangan saya pada lehernya. Setelah saya memijatnya
sekitar lima menit, ia lalu berdiri sambil menarik tangan saya.
"Kak, Endang baring di ranjang aja ya? Biar pijitnya gampang."
"Terserah Endang ajalah." kata saya sambil mengikutinya dari belakang.
Lagi-lagi
saya terkesima melihat pinggulnya yang sungguh aduhai. Ia lalu
berbaring telungkup di atas ranjang sambil menyuruh saya memijat leher
dan punggungnya. Sesekali saya melihat dia menggerakkan tubuhnya, entah
karena sakit atau karena geli. Saya tidak tahu pasti, yang jelas saya
juga sangat senang memijat punggungnya yang sangat seksi. Entah karena
gerah atau bagaimana, tiba-tiba saja ia bangun.
"Kak, Endang buka baju saja ya? Sekalian pakai balsem biar cepat sembuh."
"Mungkin Endang masuk angin." katanya sambil melepaskan kaosnya, lalu kembali berbaring di depan saya.
Saya
terkesima melihat kulit tubuhnya yang kuning langsat. Dalam hati saya
berpikir alangkah bahagianya saya kalau kelak mempunyai istri secantik
Endang. Saya terus memijatnya dengan lembut. Sesekali saya memutar-mutar
jari-jari saya di tepi rusuknya. Setiap saya meraba sisi rusuknya, ia
kontan menggerakkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan. Kadang juga
pinggulnya ditarik. Maklum, ia belum terbiasa disentuh laki-laki. Saya
juga sudah mulai merasakan penis saya mulai bergerak-gerak dan kini
sudah semakin tegang. Tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya menghadap ke
arah saya.
"Kak, Endang buka aja BH-nya ya kak? Soalnya gerah nih." "Terserah Endang lah." kata saya.
Kini
kami saling berhadap-hadapan, ia berbaring menatap ke arah pandangan
saya dan saya berlutut di samping kanannya. Dia hanya tersenyum manja,
saya pun membalas senyumanya, nafas saya sudah mulai tidak menentu.
Sepertinya nafas Endang juga sudah mulai tidak terkendali, saya melihat
bukitnya yang nampak berdiri kokoh dengan pucuk warna merah jambu kini
sudah mulai turun naik. Saya sempat grogi dibuatnya, bagaimana tidak,
selama ini saya belum pernah melihat pemandangan seindah ini.
Di
depan saya kini tergeletak seorang gadis yang tubuhnya begitu memabukkan
dengan desahan nafas yang membuat batang kejantanan saya sudah
berdenyut-denyut. Seakan-akan penis saya mau lompat menerjang tubuh
Endang yang terbaring mengeliat-geliat, sungguh darah muda saya mulai
berdesir kencang. Kini saya mulai merasakan detak jantung saya sudah
tidak beraturan lagi.
"Kenapa kak?" katanya sambil tersenyum manja.
"Nggak, nggak papa kok." kata saya agak grogi.
"Sudahlah, ayo Kak pijatnya yang agak keras dikit."
"Iya, iya" jawab saya.
Saya lalu mulai mengelus-elus perutnya yang putih bersih itu, tanpa sengaja saya menyenggol gundukan di dadanya.
"Ahh.." katanya sambil menggeliatkan tubuhnya. Saya dengan cepat memindahkan tangan, tetapi ia kembali menariknya
"Tidak apa-apa kak, terusin saja." katanya.
Wah,
benar-benar malam ini adalah malam yang sangat menyenangkan bagi saya
karena tidak pernah terlintas di dalam pikiran saya akan mendapat
kesempatan seperti ini. Kesempatan untuk mengelus-elus tubuh Endang yang
sangat merangsang.
"Saya tidak boleh melewatkan kesempatan sebaik ini," kata saya dalam hati.
Kini
Endang semakin merasakan sentuhan jari-jari saya, saya melihat dari
desahan nafasnya dan dari tubuhnya yang sudah mulai hangat. Entah setan
apa yang membuat Endang lupa diri, dia tiba-tiba menarik wajah saya,
lalu mengusapnya dengan jari-jarinya yang lembut dan mulai mencium dan
menggigit bibir saya. Saya hanya pasrah dan terus terang saya juga
sebenarnya sangat menginginkanya, namun selama ini saya pendam saja
karena saya menghargainya dan menganggapnya sebagai adik sendiri.
Tetapi
saat ini pikiran itu telah sirna dari kepala saya yang dialiri oleh
gelora darah muda saya yang menggelora. Ia terus mencium saya dan kini
ia melepaskan kaos yang saya pakai lalu membuangnya di samping ranjang.
"Endang, ada apa ini?" tanya saya setengah tidak percaya dengan apa yang sedang ia lakukan.
Tetapi
ia tidak memperdulikan kata-kata saya lagi. Melihat gelagat Endang yang
sudah di luar batas kendali itu, saya pun tidak mau tinggal diam. Saya
mulai membalas ciumannya, melumat bibirnya dan menghisap lehernya yang
putih bersih. Saya merasakan penis saya semakin keras dan
berdenyut-denyut. Endang terus mencium bibir saya dengan nafas
tersengal-sengal. Saya pun tidak mau kalah, saya mulai meremas-remas
payudaranya yang masih kencang dan menantang. Kini saya mulai mengisap
pucuknya.
"Achh.." ia menggeliat.
Saya melihat Endang
semakin menikmati perbuatannya. Sesekali ia menggerakkan pinggulnya ke
kiri dan ke kanan sambil mendesah nikmat. Endang melihat penis sudah
mendongkrak celana pendek saya, ia lalu menyelipkan tangannya ke dalam
CD saya dan ia kini sudah menggenggam penis saya yang berdiri tegak
dengan otot-otot yang berwarna kebiruan. Ia lalu menarik celana pendek
dan CD saya dan kemudian melemparkannya ke lantai. Ia kembali menangkap
penis saya dan mengocoknya dengan jari-jarinya yang lembut.
"Aachh..
achh.." benar-benar nikmat rasanya. Saya merasakan penis saya semakin
tegang dan semakin panjang. Ia terus mempermainkan milik saya yang sudah
berdenyut-denyut dan mulai mengeluarkan cairan bening.
Saya pun
tidak mau ketinggalan. Saya lalu menyelipkan jari-jari saya ke
selangkangannya. Saya merasakan lubang kemaluannya sudah hangat dan
sudah sangat basah dengan cairan warna bening mengkilat. Rupanya ia
sudah benar-benar sangat terangsang dengan permainan kami. Dengan nafas
yang tersengal-sengal, saya lalu melorotkan celana Endang lalu
meremas-remas pahanya yang putih mulus dan masih kencang.
Saya
tidak sanggup lagi menahan nafsu saya yang sudah naik ke ubun-ubun saya.
Dengan sekali tarik, saya berhasil melepaskan CD-nya Endang. Kini ia
benar-benar bugil. Saya sejenak terpana menyaksikan tubuhnya yang kini
tanpa sehelai benang, dengan kulit kuning langsat, halus, bersih dan
bentuk badan yang sangat seksi sungguh nyaris sempurna. Saya benar-benar
tidak tahan melihat vaginanya yang ditumbuhi rambut tipis dan halus
dengan bentuknya yang mungil berwarna coklat agak kemerah-merahan.
Kembali
penis saya berdenyut-denyut, seakan meronta-ronta ingin menerjang
lubang nikmat Endang yang masih terkatup rapat. Saya sangat gemas
melihat liang kemaluannya dan kini saya mulai mengusap-usap bibirnya dan
meremas klitorisnya. Lubang nikmat Endang sudah sangat basah. Saya
melihat Endang semakin terlelap dalam nafsunya. Ia hanya mengerang
nikmat.
"Achh.. achh.. ohh.. ohh.." Saya terus menjilat klitorisnya. Ia hanya mendesah,
"Achh.. achh.." sambil menarik-narik pinggulnya.
"Kak, ayo masukin kak!" sambil menarik penis saya menuju bibir kemaluannya.
"Oke sayang," lalu saya membuka kakinya.
Kemudian
saya melipat kakinya dan menyuruhnya supaya ia membuka pahanya agak
lebar. Saya lalu menarik pantat saya dan merapatkan pada
selangkangannya. Ia dengan cekatan meraih batang kemaluan saya lalu
menempelkannya di bibir kemaluannya yang masih sangat rapat namun sudah
basah dengan cairan lendirnya.
"Pelan-pelan ya kak, Endang belum biasa."
"Iya sayang," kata saya sambil mengecup bibirnya yang merekah basah. Saya kemudian mendorongnya pelan-pelan.
"Achh.. sakit kak."
"Tahan sayang."
Saya
lalu kembali mendorongnya pelan-pelan dan kini batang saya sudah bisa
masuk setengahnya. Endang hanya menggeliat dan menggigit bibirnya. Saya
terus mendorongnya sambil memeluk tubuhnya. Sesekali saya menyentaknya
agak keras.
"Achhkk.. sakit kak, pelan-pelan donk!" memang vaginanya masih sangat rapat, maklum ia masih perawan.
"Tahan ya sayang," saya mencoba menenangkannya sambil memegang pinggulnya erat-erat.
"Akk.." Endang meringis keras. Ia memukul dada saya dengan keras sambil menarik pantatnya.
"Sakit kak, sakitt.."
Saya
merasakan batang kejantanan saya menembus sesuatu yang kenyal dalam
lubang kenikmatan Endang. Rupanya batang saya telah berhasil menembus
selaput daranya. Dari liang sorga Endang tampak mengalir darah segar.
Saya
terus menggoyang-goyangkan pinggul maju mundur sambil menciumi bibirnya
dan meremas-remas gunungnya yang sangat menantang itu. Sesekali saya
melihat dia merapatkan kedua pahanya sambil mengigit bibirnya.
Benar-benar milik Endang sungguh nikmat, saya merasakan vaginanya
semakin basah dan licin, namun tetap saya merasakan kejantanan saya
terjepit dan kadang seperti dihisap oleh vaginanya Endang. Kini saya
merasakan batang kemaluan saya sudah berdenyut-denyut sepertinya ingin
memuntahkan sesuatu, namun saya tetap menahannya dengan mengurangi irama
permainan saya.
"Terus kak, terus.." ia menggeliat.
Saya
melihat kedua kakinya mengejang. Gerakan saya kembali saya pacu, membuat
payudaranya agak bergoyang dan sepertinya semakin membesar berwarna
kemerah-merahan.
"Achh.. achh.. Kak cepat kak, cepat kak." sambil menggeliat.
Ia
merapatkan pahanya. Dia mulai menggerak-gerakkan tangannya mencari
pegangan. Akhirnya ia memelukku dengan erat dan mengangkat kedua
kakinya. Sambil menggigit bibirnya, ia memejamkan matanya. Saya
merasakan kalau kini badannya sudah kaku dan hangat. Akhirnya Endang
memelukku erat-erat dan mengangkat pantatnya sambil berteriak.
"Achhkk.."
Saya merasakan badannya bergetar dan sepertinya ada sesuatu yang hangat
menyentuh batang kejantanan saya, rupanya Endang sudah orgasme.
Saya
semakin tidak kuat menahan denyutan dari buah kejantanan saya, akibat
kenikmatan yang diberikan Endang sangat luar biasa, batang saya semakin
berdenyut-denyut dan kini saya benar-benar tidak sanggup lagi
menahannya. Lalu saya mempercepat gerakan saya dan mendorong penis saya
lebih dalam lagi sambil menarik tubuh Endang dengan erat ke dalam
pelukan saya.
Saya merasakan kenikmatan yang sangat dahsyat itu.
Kini semuanya mengaliri dan menggetarkan seluruh tubuh saya mulai dari
ubun-ubun sampai ujung kaki saya.
Akhirnya, "Srett.. srett.. srett.." Kejantanan saya mengeluarkan cairan hangat dalam lubang kemaluan Endang.
Saya
sempat bingung dan takut karena telah menikmati tubuh Endang secara
tidak sah. Namun rasa nikmat itu lebih dahsyat sehingga pikiran itu
segera sirna. Saya hanya tersenyum lalu mengecup bibir Endang dan
mengucapkan terima kasih pada Endang. Tampak tubuh Endang basah dengan
keringatnya tetapi terlihat wajahnya berseri-seri karena puas. Endang
hanya merapatkan kedua tangannya ke sisi tubuhnya. Ketika saya mencabut
batang kejantanan saya dari vaginanya ia hanya tersenyum saja. Astaga,
saya melihat di sprey Endang terdapat bercak darah. Tetapi segera Endang
bangun dan menenangkan saya.
"Tenang mas, nanti saya cuci, tak akan ada yang mengetahuinya."
katanya
sambil meletakkan jarinya di kedua bibir saya. Kami berdua lalu menuju
ke kamar mandi. Di situ kami masih sempat melakukannya sekali lagi, lalu
akhirnya kami kembali mandi dan kembali ke kamarnya Endang. Setelah
saya mengambil baju dan celana, saya pun menuju ruang tamu. Tidak lama
kemudian keluarlah Endang dari kamarnya lalu mengajak saya makan malam
berdua. Katanya, ia sengaja duluan makan karena tidak ingin bertemu
dengan om dan tante malam ini. Mungkin Endang malu dan takut kalau
perbuatan kami ketahuan. Setelah makan, ia kembali ke kamarnya. Entah ia
tidur atau belajar, saya tidak tahu pasti.
Tidak lama kemudian,
om dan tante datang. Mereka menceritakan keadaan pesta itu yang katanya
cukup ramai dibanding tahun lalu karena tahun ini siswanya lulus 100
persen dengan nilai tertinggi di kota kami. Om menanyakan Endang, tetapi
saya katakan mungkin ia sudah tidur sebab tadi setelah makan ia sempat
mengatakan kepada saya bahwa ia agak lelah. Om hanya mengangguk lalu
menuju kamarnya, katanya ia juga sudah makan dan kini ia pun ingin
istirahat.
Saya tersenyum puas dan kembali menonton sebentar,
lalu masuk kamar saya. Di dalam kamar, saya tidak bisa tidur
membayangkan kejadian yang baru saja terjadi beberapa jam yang lalu.
Malam ini saya sangat senang karena telah merasakan sesuatu yang tidak
pernah saya rasakan sebelumnya dan pengalaman yang sangat manis ini
tentu tidak akan pernah saya lupakan sepanjang hidup saya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar