Namaku Bagus Hermanto. Kini aku berumur 25 thn. Aku mengenal seks sejak
umur 18 thn. Diajari oleh Mbak Wiwik Widayanti, mahasiswi S2 yang kos di
rumahku, di Yogya. Tentu saja secara bertahap, dari pegang-pegang
sampai.., tahu sendirilah. Pokoknya butuh tempo sampai 2 bulan baru bisa
merasakan hubungan seks tang sebenarnya, bersetubuh dengan Mbak Wiwik.
Setelah itu aku mencoba segala macam wanita, dari pelacur sampai wanita
baik-baik. Rasanya sih, aku sudah mempunyai banyak pengalaman. Sudah
mengerti semua. Cuma aku tidak pernah merasa kenyang, itu saja
problemku.
Semua keyakinan diri itu akhirnya berubah ketika aku memperoleh
kenikmatan hubungan badan dengan Mbak Indriani, seorang akuntan yang
masih lajang dari suatu kota di Jateng yang pernah menjadi atasanku di
tempat kerjaku di Jakarta.
Mbak In, memang tidak tergolong cantik seperti layaknya bintang
sinetron. Umurnya 42 tahun. Kulitnya hitam manis, tingginya sekitar 160
cm, mempunyai bentuk badan yang langsing dan mempunyai payudara yang
kecil namun indah menantang. Dulu rekan-rekan di kantorku, termasuk para
wanitanya, secara sembunyi-sembunyi menyebut dia sebagai "si kulkas".
Soalnya dingin, pasif dan tidak hot. Pokoknya dia tidak masuk dalam
daftar seleraku.
Tapi suatu hari di akhir tahun 1999, aku berjumpa lagi dengannya.
Gara-garanya VW kodokku mogok di dekat rumahnya, sebuah paviliun di
Kebayoran Baru itu. Saat itu hujan deras lama sekali. Aku menelepon taxi
Blue Bird tapi tidak datang.
"Ya udah tunggu dulu aja, sambil ngobrol soalnya udah lama kita nggak ketemu", katanya.
Mulanya kita ngobrol biasa. Taxi yang saya pesan belum juga datang.
Padahal sudah jam 9 malam. Mbak In menawariku tidur di rumahnya saja, di
sofa ruang tamu. Akupun setuju atas tawarannya, daripada repot,
pikirku.
Lalu kami ngobrol ngalor-ngidul. Setelah makan malam, kami masih
bercerita tentang banyak hal. Sampai akhirnya aku lancang nanya, "Kok
Mbak tetep melajang sih?".
Diapun cerita bahwa dirinya memang malas untuk menikah karena masih suka
sendiri dan bebas. Buktinya dia bisa hidup tanpa pembantu. Semua
dikerjakannya sendiri. Kecuali pakaian tertentu yang dilaundry.
"Wah serba swalayan ya", kataku.
"Termasuk soal tertentu yang khusus juga", katanya sambil ketawa.
Aku kaget juga. Yang dia maksudkan pasti seks. Soalnya setahuku dia
tidak pernah berbicara tentang seks, makanya dia dijuluki si kulkas.
Jam 11 malam aku mulai mengantuk. Mbak In meminjamiku celana dalam dan
kaos oblong (keduanya masih baru, berukuran XL, karena itu sebetulnya
oleh-oleh dari Bali untuk temannya), dan memberikan sikat gigi baru
serta handuk, lalu dia masuk ke kamarnya sendiri.
"Selamat beristirahat. Kalau butuh pengantar tidur nyalakan terus saja
TV-nya, tapi jangan keras-keras. Kalo kamu mau baca-baca ya silakan aja,
Gus", katanya.
"Makasih Mbak, good night", kataku.
Setelah mandi, aku sendirian di ruang tamu itu. Sudah menjadi
kebiasaanku kalau mau tidur harus diiringi oleh musik kaset/CD, atau
radio, kadang juga TV. Lalu me-ngeset timer-nya sekitar satu jam sampai
akhirnya aku tertidur. Tapi malam itu aku susah sekali untuk tidur. Mau
membaca tapi mataku lelah sekali. Akhirnya akupun menyalakan TV, tapi
acaranya jelek-jelek.
Akhirnya iseng-iseng aku dekati rak audio-video. Aku periksa ternyata CD
playernya berisi tiga keping. Karena remang-remang aku tidak tahu itu
CD audio atau VCD. Aku kembali ke sofa. Remote control compo dan TV aku
bawa. Setelah aku klik remote-nya barulah ketahuan kalau isinya VCD.
Lantas aku putar, lalu muncul opening scene.
Aduh!, Ternyata isinya BF, Judulnya aku lupa, tapi isinya berupa
kumpulan adegan klimaks, jadi bukan cerita utuh. Asyik juga.., isinya
cuplikan dari banyak film. Pembukaan pertama oral seks sampai air
maninya keluar. Aku belum tegang, masih tetap tenang. Adegan berikutnya
mirip, begitu seterusnya, hingga adegan penis dimasukkan sampai dicabut
waktu air maninya mau kaluar. Aku juga belum ereksi, hal ini di sebabkan
karena aku sudah lelah dan mengantuk. Lagipula menonton VCD porno sudah
sering kulakukan. Jadinya agak kebal juga.
Nah, potongan terakhir VCD itu dahsyat juga, sehingga membuat penisku
menggeliat. Adegan 69. Yang banyak disorot bukan felatio (cewek mengisap
cowok), tetapi cunnilingus (cowok mengisap vagina cewek). Aku sampai
ereksi menyaksikan adegan tersebut, sehingga adegan itu ada yang aku
ulangi sampai beberapa kali. Aku ingin menikmati sampai puas sebelum si
cowok di layar TV itu orgasme, sementara aku sendiri berharap bisa
orgasme bersamaan dengan gambar di layar tersebut, karena aku
mengelus-elus penisku sendiri. Aku perhatikan cara si cowok melayani si
cewek. Hebat juga sampai ceweknya mennjerit-jerit.
Ketika adegan berganti, si cewek mengocok penis cowoknya sembari
mengisap, mendadak ada tawa kecil di belakangku. Aku kaget, malu dan
salah tingkah karena Mbak In sudah berada di belakangku. Yang bisa
kulakukan saat itu cuma mematikan TV-nya, bukan VCD playernya. Lalu aku
diam dan menunduk. Tapi Mbak In memegang pundakku dan berkata, "Kamu
suka juga ya rupanya. Nggak apa-apa sih kan udah dewasa".
Aku senyum, dan tidak berani melihat mukanya.
"Gus", katanya, "Kamu udah sering gitu juga kan? Aku tahu kalo beberapa
cewek di kantor kita dulu ada yang pernah kamu kencani..".
Aku menatapnya. Mbak In ternyata cuma memakai lingerie satin putih
tipis, berupa rok dalam pendek tanpa lengan dan celana dari bahan dan
warna serupa.
"Kenapa tuh kolormu, kok ada yang berdiri?".
Ah.., aku makin salah tingkah. Aku tersipu, karena penisku masih tegak.
"mm.., aku.., aku.., aku.., Mbak", cuma itu yang bisa kuucapkan, sembari
aku bangkit dari posisiku yang tadi tiduran di atas sofa.
Kemudian Mbak In duduk di sebelahku. "Aku tadi sempet tertidur sebentar.
Tapi gara-gara petir aku terbangun, dan nggak bisa tidur lagi",
katanya.
"Lantas aku dengar suara TV masih nyala. Tapi suaranya kok ah.., uh.., ah.., uh. Aku buka pintu pelan. Kamu nggak tahu ya?".
"Ya Mbak", kataku.
Kali ini aku sudah mulai tenang. Pantas saja aku tidak tahu kalau dia
keluar dari kamar, pikirku. Soalnya kamarnya gelap, jadi waktu pintu
dibuka tidak ada cahaya yang menerobos keluar.
"Aku liat diam-diam, ternyata kamu lagi asyik ngeliat itu ya. Aku liat
tadi di adegan berikutnya kamu mengulang-ulang adegan, dan tanganmu
meraba-raba celanamu..".
"Ya Mbak", cuma itu yang aku ucapkan.
"Yuk, putar lagi", ajaknya.
"Nggak ah, malu", balasku.
"Nggak apa-apa, Gus" katanya, lalu mengambil remote dari tanganku. TV
menyala lagi. Lantas dia mengambil remote compo, dan memutar CD kedua.
"Tuh liat", katanya.
Judulnya "Modern Kamasutra". Isinya tidak ganas. Serba lembut.., tidak
ada close up penis masuk vagina, tidak ada close up ejakulasi mengenai
payudara.
Selama 15 menit kami menikmati CD itu dengan diam, sampai kemudian Mbak
In berbisik, "Ajarin aku dong Gus. Aku kan nggak pernah", katanya sambil
memelukku.
Aku cuma bergumam, "mm..".
"Keluarin semua ilmumu dan pengalamanmu.., Gus..".
"Kok gitu sih Mbak?".
"Iya dong.., Kamu ajarin aku dong..".
"Emang Mbak nggak berpengalaman?".
"Stt.., kamu kayak nggak tahu aja. Aku ini masih perawan, makanya sering
disindir sebagai perawan tua. Aku juga tahu julukan si kulkas, Gus",
kali ini dia semakin merapat.
"Ajarin aku supaya nggak jadi perawan tua lagi. Ajarin aku biar aku jadi
wanita yang lengkap, pernah merasakan nikmatnya pria tanpa harus
bersuami dan tanpa harus punya anak, Gus.., Biar lajang tapi matang,
gitu Gus".
Aku terdiam tidak yahu harus berbuat apa, aku melihat ke layar TV. Ah..,
adegannya indah sekaligus gila. Mulanya 69, dan pakai close up tapi
gambarnya tetap soft, seperti memakai filter. Lantas si pria memasukkan
penisnya dari belakang. Lalu 69 lagi. Lalu si cewek berada di atas.
Sebentar saja dia sudah meloncat, duduk di muka si cowok, minta dioral,
lalu menindih lagi, duduk lagi, menindih lagi, duduk lagi, menindih
lagi, entah berapa kali, sampai akhirnya orgasme. Ketika si cowok
berdiri, si cewek mengisap dan mengocoknya. Aku tegang sekali,
terangsang oleh adegan di layar.
"Ajarin aku sayang. Tunjukin kebisaanmu yang telah membuat cewek-cewek
di kantor kita ketagihan..". Tangannya memegang kedua pipiku,
"Please..".
Entah kenapa aku seperti terhipnotis. Aku peluk dia, kucium pipinya,
lalu keningnya. "Ya Mbak. Tapi aku lagi capek, setelah main squash tadi,
jadi mungkin nggak memuaskan Mbak".
"Aku nggak minta macam-macam. Cuma diajari. Semacam apresiasi, gitulah..".
"Ya Mbak. Tapi VCD dan TV-nya dimatiin ya", pintaku.
Mbak In mencubit pipiku, lalu mencium kedua pipiku. "Boleh..".
"Mbak In pingin yang gimana sih?".
"Terserah. Pokoknya kamu harus membimbingku, ngajarin aku.., Aku sendiri
nggak tahu apakah malam ini akan melepas keperawananku, tapi yang jelas
aku pingin dapet sebuah pengalaman yang penting bagi seorang wanita
dewasa, yang berumur 40 lebih..".
Aku terharu, merasa kasihan. Wanita pendiam dan dingin bagai kulkas ini
ternyata menginginkan pengalaman erotis. Wanita yang tidak pernah bicara
jorok dan cerita humor porno ini (tidak seperti cewek lain di
kantornya) ternyata menginginkan sesuatu.
"Ayo Gus. Ajarin aku, bimbing aku.., Kasih tau aku harus gimana saja.
Kamu kan lelaki sejati. Kamu udah punya jam terbang banyak. Tunjukin
itu..".
"Ya, Mbak", kataku seraya mencium keningnya. Mbak In memejamkan mata. Kurasakan hangat tubuhnya.
"Katakan apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan pengalaman pertama
yang indah, Gus. Lengkapi diriku sebagai seorang perempuan yang
dewasa..".
Aku mengangguk lalu memeluknya, dan mengelus rambutnya yang sekarang
dipotong pendek itu. Aku merasa kelelakianku ditantang dengan halus.
Inilah kelebihan wanita. Masih perawanpun tahu bagaimana caranya
menggerakkan hasrat pria.
TV sudah mati. Aku berdiri, menghampiri rak audio. Di dekatnya kutemukan
CD Romantic Night, musik instrumental lembut. Itu yang aku putar. Lalu
aku kembali ke sofa menghampiri Mbak In.
"Mbak", bisikku.
"mm.., beri aku pengalaman, Gus. Matangkan aku. Jangan mempermalukan
aku. Aku telanjur ngomong ini. Aku belum pernah minta beginian pada
laki-laki. Aku memilih kamu soalnya aku percaya sama kamu. Kamu dulu
karyawan yang nggak reseh, bukan trouble maker, dan gentleman. Aku tahu
kamu telah meniduri beberapa cewek di kantor kita, tapi kamu nggak
pernah mengumbar affairmu. Kenapa aku bisa tahu, yah tahu sendiri..,
mayoritas kantor kita kan cewek, dalam 15 wanita cuma ada 1 pria".
Aku merasa percaya diri. Aku peluk Mbak In erat.
"Apa yang harus aku lakukan, Gus? mm ya, mestinya apa yang harus kamu
lakukan? mm, maksudku apa yang akan kamu lakukan.., mm kok pake nanya.
Mestinya tinggal dijalanin ya.., mm.., mm Gus..", kali ini dia seperti
kebingungan mau berkata apa. Kukecup keningnya.
"Mbak pingin merasakan sesuatu yang indah? Mbak sendiri punya fantasi apa sih?".
"Banyak. Tapi aku malu ngomonginnya. Terserah kamu dah", katanya sedikit
bermanja. Aneh juga, aku merasa senang dimanja oleh perempuan yang
lebih tua. Yah inilah kelebihan wanita, yang bisa membuat lelaki merasa
berharga dan dibutuhkan.
"Aku ini menarik nggak sih Gus?".
Aku mengangguk. Lalu kubisiki, "Lebih menarik dan indah kalo sekarang Mbak pake lipstik dan parfum dikit..".
Dia segera berdiri, mencubit pipiku, lalu ke kamar. Tidak lama kemudian dia memanggil, "Sini Gus..".
Aku masuk ke kamar. Dia sedang duduk di meja rias. Aku memeluknya dari
belakang. Bau wangi menyergap pelan ke hidungku. Bibirnya sudah terolesi
lipstik. "Cakep Mbak". kataku.
"Bener?", jawabnya manja.
Mbak In berdiri. Aku kemudian duduk di belakangnya. Di muka cermin
berlampu itu aku dapati Mbak In dengan pesona kewanitaan yang bertambah.
Seorang wanita berumur 42 thn yang matang. Ajaib juga, aku bisa
tertarik malam ini. Tanganku memeluk pinggangnya dari belakang.
"Gini ini ya yang dilakukan para istri?".
"Aku nggak tahu. Aku belum beristri, dan nggak pernah main dengan istri orang".
Kemudian aku berdiri, tetap di belakangnya, dan tangan tetap memeluk
pinggangnya. Aku cium lembut pipinya dari belakang. Lalu bibirnya, pelan
dan lembut, dengan gesekan mengambang.
"Aku belum pernah dicium cowok Gus", bisiknya.
"Ouhh..", lenguhnya. Aku melihat ke cermin. Dia juga. Wajahnya tersipu.
"Merem saja Mbak", kataku. Dia menurut. Tanganku tetap di pinggang.
Kuamati dari cermin, matanya terpejam. Lalu kucium lembut lehernya.
"Ihh..", cuma itu suaranya.
Lantas kucium telinganya. Ah ya.., inilah kelebihan wanita, meskipun dia
masih perawan nalurinya tahu bagaimana memancing syahwat lawan jenis.
Bagian belakang telinganya itu sudah wangi. Aku merasa nikmat. Lalu
kucium lehernya, telinga lagi, leher lagi, pipi, bibir, telinga, leher,
dan akhirnya tengkuk.
Tangan kiriku tetap memeluk pinggang dari belakang. Tangan kananku naik
ke pusar. Dari cermin kulihat puting Mbak In mulai mengeras, menembus
lingerie satin yang di kenakannya.
"Nah gitu dong ngajarinnya, Gus", bisiknya.
Dari cermin berlampu itu kulihat pancaran kewanitannya terus bertambah.
Aku tidak menyadari si kulkas ini ternyata memikat. Pagutan ke bibir,
leher, telinga dan tengkuk mulai kulancarkan. Tubuh Mbak In mulai
bergetar. Dia tetap terpejam. Dengan pelan seolah tak sengaja aku raba
puting kirinya. "Uhh", dengusnya. Kurasakan debar jantungnya meningkat.
Lantas hidungku dan mulutku mulai mengecup bahunya yang terbuka, karena
baju atas lingerienya itu cuma bergantung pada tali. Dia menggeliat.
"Geli tapi nikmat. Kamu pinter Gus", bisiknya, tetap terpejam.
Kini kedua tangannya memegangi tanganku. Matanya masih terpejam. Kutatap
sosok wanita ini dari cermin berlampu (hanya itu yang menyala di kamar,
karena lampu lain mati). Kudapati sesuatu yang selama ini, selama
mengenalnya, tidak pernah kuperhatikan. Aku kan sudah bilang, Mbak In
bukan tipe yang masuk daftar seleraku.
Kini kudapati sesuatu. Mbak In ternyata menarik, punya pesona kewanitaan
yang kuat. Kulitnya tidak putih tapi bersih. Tubuhnya langsing, tapi
tidak bisa disebut kerempeng. Lekuk tubuhnya masih terlihat dan terasa.
Mukanya bersih, tanpa bekas jarawat. Garis matanya memanjang seperti
wayang. Alisnya tebal merata. Bibirnya mungil. Bau nafasnya nikmat.
Oh.., apakah yang berubah pada diriku? Kenapa tiba-tiba aku bisa
menikmati dan menghargai pesona kewanitaan Mbak In? Karena terangsang,
toh dari tadi aku ereksi? Bukan juga. Aku sudah sering bermain dengan
wanita. Semuanya kuawali dengan keterpesonaan, terlepas wanita itu
cantik sekali atau sedang-sedang saja. Yang pasti sejak aku kenal Mbak
Wiwik, yang merenggut keperjakaanku saat aku remaja, seleraku hanya
seputar itu, wanita berkulit putih, dengan buah dada besar. Tapi Mbak
In? Ah, aku tidak tahu. Aku seperti merasakan pengalaman baru.
Tangan Mbak In masih memegangi tanganku. Sekarang matanya terbuka. Dia
tersenyum. Aku kecup bibirnya, lembut lalu pipinya, telinganya,
tengkuknya.
"Apa lagi sekarang, Gus?", bisiknya.
Kulepaskan pegangan tangannya lalu kutuntun untuk melingkarkan tangan
kanannya ke belakang, ke leherku, karena aku kan berdiri di belakangnya.
Kucium lehernya.., Kurasakan debar jantungnya, dan bunyi nafasnya yang
mengeras.., sepertinya dia bernafas dengan mulut. Lantas aku beralih ke
bahunya yang terbuka. Kuangkat tangan kirinya untuk memegangi tengkuknya
sendiri.
Saat kutatap cermin, kulihat sesuatu yang luar biasa. Bulu ketiak Mbak
In ternyata lebat sekali. Aku terkesiap. Wow!, seperti tak percaya
melihat bulu hitam rimbun itu menghiasi bagian bawah lengannya. Kuangkat
tangan kanannya. Sama lebatnya. Wow! Ajaib! Aku belum pernah melihat
ketiak selebat itu. Lagi pula aku selama ini memang tidak tertarik
dengan ketiak yang berbulu, terkesan jorok dan tidak feminin. Tapi kali
ini? Wuahh.., kurasakan debar di dadaku, kurasakan aliran darahku
meningkat. Berubahkah aku?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar