“Eh kamu Ndre.. Ayo masuk. Tapi Anto ga ada. Barusan aja berangkat ke
Surabaya ama Bapaknya” Sambut seorang wanita ketika membuka pintu
rumahnya. Pagi itu setelah olah raga pagi. Iseng saja aku mampir ke
rumah Anto, salah seorang temanku yang rumahnya juga tidak terlalu jauh
dari rumahku. Hitung-hitung cari teman karena subuh tadi kedua orang
tuaku juga ada acara ke Jakarta, seminggu malah. Acara kantor katanya.
“Oo, Anto emang liburan di Surabaya ya tante?” tanyaku basa basi.
Padahal kemarinnya juga aku tahu kalo temanku tu mau ke Surabaya
menghabiskan liburan semesteran di sana.
“Iya. Lho Anto nggak bilang
ta?” jawab wanita itu. Aku hanya tersenyum.
“Iya tante, aku cuman mau
ngopy game di komputernya Anto, kalo boleh.” Jawabku mencari alasan.
“Ooo, gitu ta.. itu lho kamu langsung aja ya, aku nggak tau” ujar wanita
itu yang tidak lain adalah bu Bambang, ibu salah seorang teman
sekolahku. Aku segera masuk ke dalam rumah itu. Aku memang sudah hafal
betul dengan rumah itu. Maklum aku sering bermain di sana. Segera aku
menghidupkan komputer yang ada di ruang tengah.
“Ta tinggal ke dapur ya”
ujar bu Bambang sambil berlalu.
Kupandangi wanita itu berjalan sampai
menghilang di balik pintu. Entah kenapa di usia yang masih sangat dini
itu aku sudah menyukai lawan jenisku. Aku juga nggak tahu kenapa dadaku
selalu berdegup kencang dan darahku seakan mengalir lebih cepat bila
melihat wanita cantik. Dan yang lebih aneh lagi, kemaluanku sering kali
menegang. Aku lebih suka dengan wanita yang usianya jauh di atasku
bahkan tidak jarang ibu-ibu, mungkin karena tubuhnya sudah terbentuk
lain dengan teman sebayaku. Nah, bu Bambang ini termasuk salah satu
favoritku. Wajahnya lumayan cantik. Kulitnya tidak putih tapi body nya
amohay. Tidak langsing sih tapi juga tidak gemuk. Tapi yang menjadi
perhatian adalah buah dada nya yang montok alias besar.
“Permisi” terdengar suara wanita dari pintu depan yang membangunkanku
dari lamunan. Tak lama kemudian bu Bambang keluar dan menemui temannya
di ruang tamu. Tampaknya mereka bertengkar. Tamu yang ku ketahui namanya
bu Sri terlihat marah-marah ke bu Bambang. Aku sendiri berusaha tidak
mendengarkan sambil sibuk mengutak-atik komputer. Tak lama kemudian bu
Sri terlihat pulang tetapi masih dengan marah-marah. Bu Bambang hanya
terus meminta maaf kepadanya.
Merasa nggak enak aku ingin segera pamit. Setelah mengantar bi Sri
keluar, bu Bambang duduk di sofa tengah sambil menghela nafas panjang.
Tanpa kuminta, wanita itu menceritakan kalau ia terbelit hutang pada bu
Sri untuk membeli perhiasan. Awalnya sih cuman 400ribu, tapi sekarang
malah jadi sejuta lebih, gerutunya.
“Mungkin, pak bambang harus tau.
Tapi dia pasti marah besar” gumam bu Bambang.
“Eh, maaf ya, malah cerita
ke kamu Ndre.. sudah game nya?” sik ya ta buatin minum. Aku hanya diam
melihatnya berlalu. Kasihan juga wanita ini. Salahnya juga membeli
barang ke rentenir. Tapi aku meraa sangat iba kepadanya, aku ingin
sekali membantunya.tapi gimana caranya? Kulihat secarik kartu nama di
atas sofa. Di sana tertera nama Bu Sriyatun, yang pasti wanita itu tadi.
Lengkap dengan alamat dan nomor teleponya. Tak lama kemudian wanita itu
muncul membawa segelas the hangat.
Setelah minum teh, aku segera pamit. Entah kesambet darimana, aku
akhirnya menuju alamat bu Sri yang sebelumnya mampir ke ATM untuk
mengambil uang. Aku mengaku keponakan bu Bambang dan segera membayar
semua hutangnya pada bu Sri itu. Jumlahnya lumayan, total Rp.
1.400.000,-. Untung aja uangku cukup. Setelah itu aku langsung pulang,
kuitansi pembayaran kata bu Sri akan dikirim ke rumah bu Bambang.
Sore sekitar pukul setengah empat, aku terbangun oleh suara telepon
rumah yang berdering.
“Halo, bu Edy ada?” tanya suara itu. Aku
menjelaskan kalau orang tua ku sedang ke Jakarta.
“Dari siapa? Tanyaku
balik.
“Ini Andre ya? Ini bu Bambang, mama mu nggak ada ya?” tanya lagi.
Aku juga heran kenapa wanita itu yang notabene juga terhitung tetangga
langsung menutup teleponnya.
Beberapa saat kemudian bel rumah yang berbunyi. Ternyata bu Bambang yang
datang.
“Kamu sendirian di rumah? Tanya wanita itu langsung masuk tanpa
kusuruh.
“Iya, papa mama ke jakarta, kebetulan bi Inah juga mudik”
jawabku sambil duduk.
“Eh, kamu ta tadi yang ke bu Sri? Tanya wanita itu
sembari duduk di sebelahku. Aku mengangguk menahan kaget karena dia
langsung duduk di sampingku.
“Trus kalo mamamu tau” tanyanya. Aku
menjelaskan padanya kalo mamaku juga nggak tau kalo aku punya tabungan
itu, jadi aman. Wanita itu sangat berterima kasih padaku dan berjanji
kalo punya uang, ia akan membayarnya. Kemudian ia pamit pulang.
“Eh,
ntar malem kamu nginep di rumah aja ndre” ujar bu Bambang sebelum keluar
dari pintu.
“Di rumah juga sepi, pak Bambang baru pulang dua hari lagi.
Gimana?” tanyanya. Aku bingung mau menjawab. “Gini wis, nek iya nanti
kamu telp aku dulu ya!” ujarnya.
“Enak-enak, kalo nginep dirumah”
ujarnya kemudian pulang.
Waktu baru menunjukkan jam 7 malam, aku cukup merinding di rumah
sendirian. Akhirnya ku pertimbangkan ide untuk tidur di rumah bu Bambang
walaupun sebenarnya aku malu.
“Halo” Eh, maaf bu, ini andre, eee… anu
bu.. saya” ujarku terputus-putus. Wanita itu menyambut baik. Malahan ia
menyuruhku untuk lewat pintu samping belakang soalnya pintu ama pagar
depan rumahnya sudah terlanjur dia kunci. Setelah kukunci semua pintu,
aku melangkah menuju rumah wanita itu. Dengan ragu kuketuk pintu yang
ada di samping belakang rumah itu.
“Kamu Ndre??” terdengar suara dari
balik pintu sebelum pintu itu terbuka.
Aku segera masuk ke rumah tersebut. Ternyata ia sudah menyiapkan makan
malam untukku.
“Maem yang banyak ya, aku mau melanjutkan nata lemari”
ujarnya sembari menuju masuk kamarnya. Setelah menghabiskan makanku aku
segera menuju ruang tengah dan menyalakan TV. Tak lama kemudian bu
Bambang muncul dan duduk di sebelahku.
“Akhirnya selesai juga” gumamnya
seraya mengusap keringat di kepalanya.
“Wuh, sumuk pol! Ganti baju dulu
ae” ujarnya sendiri lalu melangkah masuk ke kamarnya.
Beberapa saat kemudian ia muncul dengan mengenakan daster tanpa lengan
berwarna merah marun dan kembali duduk di sofa panjang tempat aku duduk.
Ia lalu mengikat rambutnya yang sebahu dengan karet. Tanpa sengaja aku
melihat gerak gerik wanita itu.
“Heh, liatin apa!” hardik bu Bambang
yang mengagetkanku.
“Eh, anu.. eh.. ketiaknya bu Bambang kok banyak
bulunya” jawabku seadanya.
“He, iya. Belum dicukur he.. ya iya lah..
nanti kamu juga gitu, kalo udah dewasa” jelasnya. Aku hanya mengangguk.
“Eh kamu udah sunat ndre?” tanyanya. Aku menggeleng.
“Iya nanti, kalo
kamu udah sunat, trus kamu mimpi basah, itu berarti kamu dah gede”
ujarnya.
“Mimpi basah??” gumamku. Beberapa bulan terakhir ini sebenarnya
ada kejadian aneh pada diriku. Aku sepertinya mengompol tapi yang
kukeluarkan bukanlah air kencing seperti biasanya, tapi sesuatu yang
lengket dan berbau aneh. Warnanya putih seperti bubur kanji. Karena
takut, aku tidak menceritakannya pada orang lain.
“Iya mimpi basah ndre, kayak ngompol tapi bukan ngompol, emang kamu
pernah ta? Tanyanya sembari menoleh kepadaku. Aku menggeleng.
“Nggak
pernah bu” jawabku berbohong.
“Iya pun ga papa ndre, itu normal kok.
Semua laki-laki akan gitu, tapi iya sih kamu kan belum sunat”
ujarnya.
”kalo bukan pipis, apa yang keluar? Tanyaku pelan memberanikan
diri karena aku juga penasaran. Wanita itu tersenyum.
“Yang keluar air
mani Ndre. Nah, air mani itu mengandung sperma” jelasnya.
“Air mani??”
gumamku.
“Iya air mani, eh kamu dah pernah paling..kok nanya-nanya”
tanyanya balik.
“Enggak kok bu, nggak” jawabku cepat.
“G usah bohong..”
ga papa kok, ga usah malu” timpalnya.
“Sebenarnya iya sih, tapi saya
takut” jawabku pelan dengan kepala tertunduk.
“Nggak perlu takut ndre,
iu wajar kok. Tu berarti kamu dah dewasa ndre” katanya sambil tangannya
mencubit hidungku ringan.
“Dewasa??” gumamku pelan.
“Iya dewasa ndre”
timpal bu Bambang. Kemudian wanita itu memandangiku dan sesaat kemudian
terlihat senyuman tersungging di bibirnya. Aku tidak mengerti apa
maksudnya. Kemudian ia duduk tepat di sebelahku bahkan berdempetan
denganku.
Bu Bambang lalu memegang tanganku dan dibelainya.
“Makasih ya ndre, kamu
baik sekali ama aku” gumamnya. Wanita itu mengingatkanku tentang
pembayaran hutangnya tadi siang. Entah apa yang kurasakan saat itu. Yang
jelas sentuhan tangannya membuat darah di tubuhku mengalir lebih cepat
dan seakan-akan mengumpul di kemaluanku yang langsung menegang. Nafsuku
semakin menggelora apalagi ketika wanita itu mencium tanganku dan
mengelus-eluskannya ke pipinya yang terasa lembut. Hasratku semakin
menjadi-jadi seakan tak peduli kalau wanita itu adalah ibu dari temanku.
Entah setan mana yang merasukiku, spontan saja aku mencium pipi kiri
wanita itu. Wanita itu terhenyak dan langsung menoleh ke arahku dengan
pandangan yang tajam. Melihat reaksinya aku langsung takut dan merasa
sangat bersalah.
“Ma.. ma..af bu” gumamku pelan sambil menundukkan
wajahku. Kemudian bu Bambang menyentuh daguku dan mengangkatnya seakan
ia ingin aku melihatnya. Kulihat wajah wanita itu tersenyum yang sangat
melegakan hatiku sebagai tanda kalau ia tidak marah dengan perbuatan
nekadku tadi.
“Eh yang kanan belum ndre” ujarnya sambil seperti
menyodorkan pipi kanannya. Aku hanya diam karena takut.
“Lho kok malah
takut?? Tadi kamu malah curi-curi ngesun, sekarang dikasih malah ga
mau?!” ujarnya lagi.
“Hayo mau apa nggak, ntar malah aku nggak mau
lho??” tanyanya setengah menggoda.
“Mau, aku spontan menjawab dan
langsung mencium pipi kanan wanita itu.
“Nah gitu dong..itu namanya dah
gede! kamu suka ndre??” Tanya bu Bambang. Aku mengangguk pasti. Tanganku
segera membetulkan posisi burungku yang langsung berdiri mengeras
setelah tadi mengecil ketika takut kalau-kalau wanita itu marah padaku.
Kedua mata bu Bambang menangkap basah gerakan tanganku.
“eeee… burungmu
berdiri ya???” Tanya wanita itu sambil mencubit hidungku. Aku menggeleng
berbohong tapi wanita itu sepertinya tidak percaya, terlihat dari
senyumannya.
“Kamu dah sering onani ya?” tanya bu Bambang kemudian.
“onani???” apaan tuh?? Pikirku. Aku hanya menggeleng.
“Ah masak… nggak
usah bohong deh…” kejar wanita itu sambil mencubitku. Kini perutku yang
jadi sasaran.
“Onani itu apa bu? Tanyaku balik.
“Trus kalo burungmu
berdiri kayak gitu kamu ngapain?” lanjutnya. Aku hanya menggelengkan
kepalaku menjawab pertanyaan wanita itu. Sejenak ia terdiam.
“Ndre, aku punya sesuatu buat kamu tapi kamu harus janji tidak
menceritakannya pada siapapun juga. Bisa ndre??” tanya bu Bambang sambil
menatapku yang tidak mengerti apa maksud perkataannya. “Janji ya
ndre???!” ujarnya lagi. Aku hanya mengangguk tanpa mengerti maksudnya.
Lalu wanita itu berdiri tepat di depanku. Dengan sigap ia melepas daster
yang dikenakannya. Aku terkejut sekali melihat pemandangan yang baru
pertama kali itu kulihat dalam hidupku. Wanita itu berdiri di depanku
dengan hanya mengenakan BH dan CD saja. Belum aku menenangkan diri,
wanita itu kemudian melepas BH yang dipakainya dan tersembulah buah dada
wanita itu yang lumayan besar meski sudah agak turun. Tidak hanya itu,
wanita itu lalu melorotkan celana dalam yang dipakainya sehingga ia
benar-benar telanjang bulat di hadapanku. Pandanganku tertuju pada
bagian bawah perutnya yang ditumbuhi bulu yang lumayan banyak. Sesaat
wanita itu sibuk merapikan rmbutnya dan mengikatnya dengan karet.
Lalu bu Bambang menghampiriku dan mengulurkan tangannya seakan
menyuruhku untuk berdiri. Ia langsung berusaha melepas celana pendek
yang aku pakai. Anehnya aku hanya diam saja waktu ia melorotkan celanaku
sehingga kemaluanku yang waktu itu tidak begitu besar langsung
tersembul keluar, berdiri tegak lengkap dengan kulupnya. Maklum kala itu
aku masih belum sunat. Tanpa banyak bicara wanita itu lalu menarik
kulup t*t*tku sehingga bagian dalam kepalanya yang berwarna kemerahan
tersembul keluar. Aku seperti terhipnotis ketika bu Bambang langsung
menjilati lat pipisku yang sangat keras itu. Terasa sangat geli dan
enak. Nafasku mulai memburu. Apalagi ketika ketika mulut wanita itu
mengulum kepala burungku dan memainkannya dengan lidahnya. Aku sangat
menikmati permainannya. Beberapa saat kemudian wanita itu bangkit.
“ayo
gentian” gumamnya kemudian duduk di sofa. Kedua kakinya dibuka sehingga
pangkal pahanya terlihat jelas. Itu pertama kalinya aku melihat bagian
paling sensitive dari seorang wanita yang usianya jauh di atasku.
“Ayo
dong ndre, jangan diliatin aja” perintah wanita itu. Aku langsung
mendekatkan wajahku kea rah nagian kewanitaannya dan menciumnya. Baunya
khas sekali dan sangat merangsang. Bentiknya juga indah sekali seperti
lipatan-lipatan daging. Aku semakin bernafsu menjilatinya. Kurasakan
semakin lama vagina wanita itu semakin basah oleh lender. Nafas wanita
itu mulai ngos-ngosan. Mulutnya mendasis dan meracau seperti orang
kepedesan. Sesekali tangannya mengusap-usap kepalaku. Entah insting dari
mana, aku ingin sekali memasukkan burungku ke dalam lubang itu. Aku
lalu berdiri dan mengarahkan burungku ke vaginanya.
“Iya ndre, ayo
masukin” gumam wanita itu sambil meraih batang kemaluanku dan
dirahkannya dengan tepat.
“dorong ndre” gumamnya. Dan dengan sekali
dorong , “bleshh” batang kemaluanku terbenam dalam liang vagina bu
Bambang. Aku rasakan kemaluanku bagai dihimpit sesuatu yang hangat,
basah dan berdenyut. Sensasi yang luar biasa. Sadar dengan aku yang
masih belum tau apa-apa. Wanita itu mulai menggoyangkan pinggulnya yang
terasa semakin nikmat. Aku makin mengerti. Pelan aku mengimbangi
gerakannya dengan menggoyangkan pinggulku maju mundur yang makin lama
semakin cepat.
“Iya ndre gitu… sssttsss… ayo dre… ohhh” mulut bu Bambang
semakin meracau. Ia kemudian hanya diam seperti menikmati burungku yang
mengocok-ngocok kemaluannya.
Gerakanku makin cepat. Tapi belum 1 menit aku merasa ingin pipis. Kucoba
kutahan tetapi aku tak kuasa. Takut akan kenapa-kenapa segera kutarik
keluar t*t*tku ketika semuanya seperti mengumpul di kepala burungku.
Secara reflek ku pegang kemaluanku sendiri dan tidak mengarahkannya ke
wanita itu. akhirnya…ooooohhhhh “cret… cret… crettt… crettt…” burungku
menyemburkan cairan banyak sekali diiringi dengan kenikmatan tiada tara.
Aku sampai merem melek karenanya. Wanita itu bangkit dan meraih
burungku dan mengocoknya.
“enak ndre??” Tanya wanita itu dengan suara
parau. Aku mengangguk sambil menikmati sisa-sisa kenikmatanku. Tubuhku
terasa lemas sekali. Seluruh tenagaku seperti habis terkuras.
“Kok
dikeluarkan di luar sih? Di dalem kan enak” gumam bu Bambang lagi. Ia
lalu menjelaskan bahwa yang kualami tadi adalah klimaks, dan yang ku
keluarkan adalah air mani yang di dalamnya terkandung spermaku. Kulihat
air maniku berceceran banyak sekali di lantai dan sofa rumah itu. Putih
kental seperti yang kukeluarkan pada waktu mimpi basah.
“Tante juga enak??” tanyaku akhirnya bersuara.
“iya enak tapi aku belum
keluar kamu dah keluar dulu, ga jadi deh” jawab wanita itu.
“eh habis
ini lagi ya?! Aku juga pengen kluar” ajaknya sambil membersihkan cairan
spermaku dengan dasternya. Kemudian ia mengajakku ke dalam kamar. Kami
melakukannya lagi. Ia juga mengajariku berbagai macam gaya bercinta dan
cara menahan klimaksku. Hamper 1 jam aku dan wanita itu saling memacu
birahi dalam permainan yang penuh kenikmatan. Tak peduli keringat dan
tenaga yang keluar, yang penting nikmat. Di permainan yang kedua aku
juga beberapa kali berhasil membuat wanita itu mencapai puncak
kenikmatannya. Sampai akhirnya kemaluanku memuntahkan air maniku untuk
kedua kalinya. Tapi kali ini di dalam lubang vagina wanita itu yang
rasanya jauh lebih enak daripada yang pertama tadi. Lalu kami berdua
tidur kelelahan.
Udara pagi menyambut. Sinar matahari sudah berusaha masuk dari
celah-celah jendela. Perlahan kubuka mataku yang sedikit berat. Kejadian
semalam kurasakan seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Bayangkan saja,
kala itu aku masih duduk di kelas enam SD, sudah merasakan nikmatnya
surge dunia. Kemaluanku pun masih belum disunat.
Kulihat bu Bambang yang masih terlelap di sebelahku. Kami masih
sama-sama telanjang, tanpa sehelai benangpun melekat. Kuperhatikan tubuh
wanita yang berusia kira-kira sudah hampir 40 tahunan itu. Bodynya
sintal dan berisi. Buah dadanya itu lho… kayak papaya matang meskipun
sudah agak turun. Perutnya pun nggak suspek lagi. Tapi menurutku ia
benar-benar sexy. Mungkin juga aku mengidap odipus omplex kali ya..
Perlahan birahikupun mulai berdesir, menyapa kemaluanku untuk kembali
berdiri. Hasrat itu kembali muncul. Keinginan untuk berhubungan intim
lagi dengan ibu salah seorang sahabatku itu. Pikiranku mulai berkecamuk.
Antara takut kalau-kalau ia marah karena ia masih tertidur pulas. Tapi
bagaimanapun aku harus tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Iya kalu
besok-besok wanita itu mau melakukannya lagi. Ini kesempatanku!.
Tanpa pikir panjang lagi aku segera menaiki tubuh wanita itu. Kedua
kakinya perlahan kubuka sehingga bagian kewanitaannya terlihat jelas. Ia
tampaknya menggeliat tapi masih belum bangun dari tidurnya. Aku harus
hati-hati. Paling tidak wanita itu bangun waktu burungku sudah ada di
dalam lubang vaginanya. Segera kuarahkan batang kemaluanku ke vaginanya.
Aku memang masih kecil, tapi semalam wanita itu sudah mengajariku
semuanya sehingga aku sudah bisa memasukkan sendiri. Kudorong batang
alat pipisku untuk masuk tapi agak sulit karena vaginanya tidak basah
seperti tadi malam. Tapia aku terus berusaha sampai akhirnya semua
batang kemaluanku terbenam di dalam liang kewanitaannya. Wanita itu
tampaknya terbangun dan agak kaget melihatku. Tanpa pikir panjang aku
langsung beraksi. Kurasakan liang vaginanya juga mulai basah shingga
menambah kenikmatanku. Bu Bambang sadar akan aktivitas pagi itu. Kedua
kakinya bahkan dilingkarkannya pada pinggulku sehingga aku lebih leluasa
mengocok-ocok lubang kewanitaannya dengan batang kemaluanku. “Aduhhh
ndre… kok ga bilang2 sihh… ssstttss… aduhh…” rintih wanita itu. Aku
tidak memperdulikannya. Aku tetap konsentrasi pada kenikmatan yang
kurasakan. Semakin cepat aku menggerakkan pinggulku. Vaginanya juga
semakin basah oleh cairan kewanitaannya.
“Ohhhhh…. Aduhhh bu… ohhh aku
kluarrrr” jeritku. Kubenamkan batang kemaluanku dalam-dalam dan…
“Crettt… crett.. crett. Crettt…” air maniku muncrat di dalam rahim ibu
temanku itu.
“Lho kok dah keluar sih?? Aku kan belum ndre!” ujar bu
Bambang sambil mengelus-elus rambutku. Kemaluanku masih menancap pada
lubang kewanitaannya.
“Nggak tahan bu, habis enak banget” jawabku pelan
sambil terus menikmati sisa-sisa klimaksku.
“Itu namanya nakalan ndre”
katanya lagi.
“Ayo sekarang lanjut ya!!” ujarnya langsung membalikkan
posisi. Ia lalu berada di atasku. Dan langsung menggerak-gerakkan
pinggulnya. Kadang-kadang diputar-putarnya. Meskipun kemaluanku masih
tegang. Tetapi aku rasakan tenagaku hilang waktu klimaksku tadi. Jadinya
aku hanya diam. “Aduhh ndre… ohhhhh… ohhhh… sttstssss..” mulut wanita
it uterus meracau. Nafasnya juga semakin memburu. Perlahan tapi pasti
gairah dan tenagaku kembali muncul. Tadinya yang hanya kurasakan geli
pada kemaluanku berubah menjadi nikmat. Beberapa menit kemudian wanita
itu mempercepat gerakannya. Tubuhnya dicondongkannya ke depan dan bahkan
hampir menindihku. Tangannya mencengkram erat tanganku. Yang satunya
lagi menjambak-jambak rambutku.
“Aduhhh ndre… ni aku mau keluar ndre…
sttssss. Ohhhhh aduh ndre… aku kkeluaarrrr ndreee!!” jeritnya. Wanita
itu menggelinjang hebat. Kemaluanku ditancapkannya dalam-dalam.
Kurasakan liang vaginanya berdenyut lebih cepat dan mencengkram batang
kemaluanku. Sesaat kubiarkan wanita itu menikmati klimaksnya.
“Gila
ndre,, uenak pol.. lama” makasih ya” ujarnya dengan suara serak dan mata
sayu. Aku hanya tersenyum sambil mengatur nafasku.
Beberapa saat kemudian ia berdiri. “plup” terdengan bunyi ketika
burungku tercabut dari liang kewanitaannya.
“Lho bu???” gumamku. Padahal
aku sudah ingin sekali menapai klimaksku yang kedua.
“iya ayo di kamar
mandi aja yuk!” ajaknya sambil berlalu. Bagai kerbau yang dicokok
hidungnya aku manut mengikuti wanita itu menuju kamar mandi. Di kamar
mandi itulah, aku menuntaskan hasratku untuk kedua kalinya. Ternyata ia
berusaha mengajariku melakukannya dengan berdiri. Sebelum akhirnya kami
berdua mandi bersama.
Seharian itu, entah berapa kali aku berhubungan intim dengan wanita
itu.. Sampai-sampai air maniku jadi encer sekali.
“anak ndra, punyamu
gampang berdirinya” kata wanita itu memujiku. Maklum aja, waktu itu aku
masih baru semangat-semangatnya untuk itu. Hanya saja, ketika sore hari.
Waktu asyik-asyiknya wanita itu mengulum penisku, telepon rumah
berdering. Ternyata suaminya akan pulang sore itu juga. Kecewa juga sih,
padahal niatnya aku bermalam lagi di rumahnya. Setelah mandi sore aku
pamit pulang. Ia juga mengingatkanku untuk tidak menceritakannya pada
siapapun juga. Ia juga memintaku untuk tidak ke lokalisasi untuk
memuaskan diri.
“Aku yang mengajarimu, kalo ada kesemptan, aku pasti
mau” pesannya. Aku senang sekali mendengarnya.
Sejak saat itu tiap kali suaminya keluar kota dan bermalam. Aku pasti
tidur di rumah temanku itu. Terkecuali ketika mens, wanita itu mau
melayani hasratku. Toh juga aku meski kecil-kecil gini bisa
memuaskannya. Bahkan sering waktu aku di rumahnya, kami melakukannya
sembunyi-sembunyi meski ada Anto temanku. Tapi ya gitu, nggak bisa lama.
Yang penting punyamu keluar, katanya. Sampai aku SMA, kami tetap
melakukan hubungan terlarang itu. Setelah aku dikhitan, kemaluanku jadi
tambah besar dan ia jadi lebih menyukainya. Walaupun lebih seringnya aku
tetap onani untuk memuaskan nafsuku, kalau tidak ada kesempatan
berhubungan intim. Hidup onani!!!
Di kesempatan yang lain akan kuceritakan gimana aku berhubungan dengan
wanita lain, yang jelas bukan dengan PSK. Ada beberapa wanita yang
berhasil kusetubuhi, hehe…
See next time!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar