Responsive Advertisement

Sabtu, 21 Mei 2011

tita

Perkenalkan namaku Tita, saat ini aku bekerja di sebuah Bank Swasta terkemuka di daerah Thamrin. Aku adalah gadis asli Sunda, namun ayah dan ibuku sudah lama tinggal di Jakarta. Sejak lahir hingga sekarang aku tinggal bersama keluargaku di daerah Cibubur. Aku adalah anak sulung dari empat bersaudara. Aku memiliki dua orang adik perempuan (adik Nomer 2 dan yang bungsu), serta satu adik laki-laki yang bernama Amar. Umurku berbeda kurang lebih 5 tahun dengan Amar.

Mungkin karena aku adalah anak yang paling tua sedangkan Amar adalah anak laki-laki satu-satunya, kami jadi sangat dimanja oleh orang tua kami. Sifatku yang suka manja kepada orangtuaku, terutama Ibuku, tidak dilarang oleh mereka. Begitupun dengan sifat Amar yang suka melawan, pokoknya kami semua sudah sangat kewalahan menghadapinya. Hingga pada suatu hari semuanya berubah, yang pasti hari tersebut tidak akan pernah terlupakan dalam hidupku maupun adik laki-lakiku.

Karena ini adalah kisahku dengan adikku yang laki-laki, tanpa melibatkan adik-adikku yang lain, maka aku hanya fokus untuk menceritakan tentang kami berdua saja. Secara fisik aku memiliki tinggi badan sekitar 157 cm, kulit kuning langsat serta wajah yang menurut kebanyakan teman-temanku manis dan imut. Bahkan sampai sekarang aku masih sering dianggap lebih muda dari umurku saat ini. Sedangkan adikku Amar, berkulit sawo matang, kurus dan badannya lebih tinggi dari aku, sekitar 175 cm. Walaupun wajahnya terbilang biasa-biasa saja, di usianya yang menginjak 22 tahun dia sudah cukup sering berganti pacar.

Waktu masih kecil, aku sering mandi bersama adik-adikku, baik yang perempuan maupun yang laki-laki. Tetapi sejak adik-adikku sudah mulai masuk usia SD, kami tidak pernah mandi bersama lagi. Aku cukup sering melihat penis Amar ketika mandi bersama waktu itu, bahkan sampai sekarang aku masih ingat dengan bentuk penisnya, walaupun sejak saat itu aku tidak pernah lagi melihat penis seorang cowok.

Kisah ini berawal di suatu sore saat kedua orang tuaku beserta adik-adikku yang perempuan sedang berkunjung ke rumah nenekku, jadi di rumah hanya tinggal aku dan adik laki-lakiku. Aku memang tidak bekerja karena libur dan juga tidak ada jadwal pergi dengan pacarku, yang saat itu sedang berkumpul dengan teman-temannya. Begitupun dengan Amar yang sedang tidak ada jadwal kuliah pada waktu itu. Hari itu aku hanya memakai kaos putih tanpa bra (aku memang tidak suka memakai bra apabila sedang berada di rumah) dan dipadukan dengan celana pendek ketat warna hitam yang memperlihatkan paha mulusku.

Hari itu aku menikmati waktu luangku dengan menonton DVD sendirian di ruang keluarga, menonton film hingga berjam-jam, kadang tawa keluar dari mulutku. Karena film yang kutonton sungguh membuat penasaran, aku berusaha menahan pipis sampai film selesai (aku tidak suka memencet tombol pause di tengah-tengah film). Hingga akhirnya aku merasa sudah tidak tahan lagi untuk dapat menahan pipis. Cepat-cepat kutekan tombol pause pada remote DVD. Aku berlari menuju ke kamar mandi yang jaraknya cukup dekat dari ruang keluarga, ketika kubuka gagang pintunya ternyata sedang dikunci.

"Amar buka pintunya dong...! Teteh udah nggak tahan mau pipis nih...!" aku berteriak sambil menggedor-gedor pintu.

"Tunggu ya Teh! Amar sebentar lagi selesai kok...!" terdengar suara adikku dari dalam kamar mandi.

"Aduh Mar! Teteh udah kebelet pipis nih...! Cepetan dong keluar...!!" kataku memaksa sambil terus menggedor-gedor pintu karena aku sudah benar-benar tidak kuat lagi menahan pipisku.

"Kreekk..." terbuka sedikit pintu kamar mandi, kemudian kepala Amar mengintip dari celahnya.

"Teteh gak sabaran banget sih...!?" katanya dengan nada kesal.

Tanpa memperdulikan adikku yang sedang marah-marah, aku langsung menyerobot ke dalam kamar mandi karena sudah tidak tahan untuk pipis. Aku langsung menurunkan celana pendek dan membuka celana dalamku, lalu jongkok di atas closet.

"Aaahhh..." aku sungguh merasa lega karena akhirnya keluar juga air seni dari vaginaku.

Kulihat adikku berdiri di depanku. Badannya masih telanjang bulat, wajahnya terlihat kesal karena mandinya terganggu oleh aku yang sudah keburu masuk ke dalam kamar mandi.

"Teteh ganggu Amar lagi mandi aja sih...!!" teriaknya sambil melotot tapi tetap berdiri di depanku dalam keadaan telanjang.

"Maaf ya Mar, Teteh udah nggak kuat nahan pipis. Sebentar lagi juga selesai..." kataku cuek sambil meneruskan pipisku.

Sebenarnya aku tidak mau memandang tubuh bagian bawah adikku. Tetapi karena merasa penasaran, akhirnya aku menurunkan juga pandanganku ke arah penisnya.

"Kok udah kuliah tapi penisnya masih kecil aja..." aku tertawa dalam hati.

Karena aku takut tertangkap basah melihat penisnya, cepat-cepat kunaikkan lagi pandanganku ke arah wajahnya. Ternyata matanya sudah tidak melihat ke arah wajahku lagi, melainkan sedang asyik memandangi vaginaku.

"Kurang ajar nih si Amar! Malah ngeliatin vaginaku lagi! Mana pipisku belum selesai..." aku bersungut dalam hati.

Cepat-cepat kutekan sekuat tenaga otot di vaginaku biar cepat selesai pipisnya. Tidak sengaja, kelihatan lagi penisnya yang tidak tertutup itu. Pelan-pelan penisnya semakin naik sedikit demi sedikit, tapi masih kelihatan lemas.

"Ternyata memek Teteh bentuknya kayak gitu ya?" katanya tiba-tiba sambil tetap melihat ke arah vaginaku.

"Dasar kurang ajar kamu Mar...!" langsung saja aku berdiri mengambil gayung di ember dekatku dan kulemparkan ke arahnya.

"Bletak...!" lemparanku memang tepat mengenai adikku, tetapi hasilnya air kencingku kemana-mana, mengenai celana pendek serta celana dalamku.

"Aduh... Gara-gara Amar sih! Jadi basah deh celana Teteh..." kataku melihat ke celana pendek dan celana dalamku.

"Syukurin! Makanya Teteh jangan masuk seenaknya aja...!" kata Amar sambil menjulurkan lidahnya ke arahku.

"Amar mandi lagi ah..." lanjutnya sambil mengambil gayung yang tadi aku lempar ke arahnya, kemudian melanjutkan menyiram air ke badannya lalu mulai mengusap sabun ke seluruh tubuhnya.

"Ini anak cuek banget sih!!" sungutku dalam hati.

Waktu itu aku bingung harus bagaimana. Mau keluar kamar mandi, tapi aku jijik memakai celana pendek dan celana dalamku yang sudah basah terkena air kencingku. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak memakai celana dalam dan celana pendekku, lalu pinjam handuk milik adikku terlebih dahulu. Nanti setelah mengganti pakaian, baru kukembalikan handuknya.

"Teteh minjem handuk Amar aja dulu..." kata adikku yang sepertinya mengetahui isi pikiranku yang sedang bingung.

"Kok penisnya jadi kecil lagi sih...?" aku bertanya-tanya dalam hati.

Tanpa ragu lagi, aku menurunkan celana pendek beserta celana dalamku yang berwarna merah muda. Sekarang vaginaku jadi terlihat semakin jelas. Karena takut adikku melihatku dalam keadaan seperti itu, aku melihat ke arah wajahnya. Ternyata benar, dia memang sedang memperhatikan aku yang sudah setengah telanjang itu.

"Teh, memek Teteh kok gak ada bulunya sih? Hehehe..." katanya sambil tertawa meledek vaginaku yang memang baru aku cukur.

"Biarin aja...! Daripada kecil kayak punya kamu Mar...!" kataku membela diri sambil berusaha memukul bahu adikku.

Tiba-tiba dia menghindar dari pukulanku "Weiiitts...!" katanya.

Karena aku memukul dengan sekuat tenaga, tanpa sengaja aku terpeleset. Punggungku jatuh ke tubuhnya dan pantatku mengenai penisnya.

"Rasanya geli banget..." kataku dalam hati.

Cepat-cepat kutarik tubuhku sambil bersungut "Amar sih!! Teteh jadi kepleset deh..."

"Kata Teteh tadi kontol Amar kecil kan? Kalau kayak gini gimana?" katanya mengacuhkan omonganku sambil menunjuk ke arah penisnya.

Kulihat penisnya mulai membesar seperti tadi, pelan-pelan semakin gemuk, dan semakin tegak ke arah depan.

"Ya gitu doang!! Itu mah masih kayak anak kecil..." kataku berbalik mengejek dia.

Padahal aku sempat kaget juga melihat ukuran penisnya yang bisa bertambah begitu jauh. Ingin juga sih tahu sampai dimana bertambahnya.

Penasaran aku bertanya kepadanya "Masih bisa digedein lagi gak Mar?"

"Bisa dong! Tapi Teteh harus bantu Amar..." kata adikku.

"Megangin penis Amar ya? Enak aja!! Teteh nggak mau ah..." kataku sambil mencibir.

"Bukan kok. Teteh taro ludah aja di atas kontol Amar..!" jawabnya.

Sebenernya aku sudah mau marah kepada adikku karena dari tadi dia memakai kata 'memek' dan 'kontol' yang terdengar kasar di telingaku. Namun, karena merasa penasaran ingin melihat penis cowok kalau lagi tegang-tegangnya, aku menahan amarahku dan mencoba mengikuti perkataannya.

"Emang dari dulu Teteh pengen ngeludahin Amar..." kataku sambil mulai menundukkan kepalaku.

"Horeeeee!!" adikku berteriak kegirangan.

Aku merasa dikerjain oleh adikku. Tapi karena sudah terlanjur menyanggupi, kudekatkan mulutku ke arah penisnya, lalu aku mengumpulkan air ludahku. Tapi belum juga aku menaruh ludah pada penisnya, kulihat penisnya sudah mulai bergerak. Kelihatan penisnya semakin naik sedikit demi sedikit, diameternya juga semakin membesar, jadi kelihatan semakin gemuk. Panjang penisnya ikut bertambah. Aku benar-benar merasa terkejut melihatnya. Bergetar sekujur tubuhku melihat itu semua. Tidak lama kemudian, kepala penisnya mulai berwarna merah. Perlahan-lahan semakin merah. Bukan main perasaanku waktu itu, mulai dari deg-degan sampai merasa terangsang.

Akhirnya penis itu sudah jauh lebih besar dari ukuran pertamanya, sekitar 15 cm. Penis adikku sudah terlihat tegang sekali dan menunjuk ke hadapanku. Warnanya kini lebih merah kehitaman. Aku jadi semakin terangsang melihatnya. Kemudian kualihkan pandangan ke wajah adikku.

"Gimana Teh? Kontol Amar udah lebih besar dari yang tadi kan?" tanya adikku sambil melihat ke arah wajahku yang sedang takjub dengan ukuran penisnya.

"Sekarang udah gak kayak kontol anak kecil lagi kan Teh? Hehehe..." katanya sambil tertawa karena merasa menang.

Belum sempat aku berkata apa-apa, tangan adikku tiba-tiba turun menyentuh bagian selangkanganku. Walaupun aku merasa terangsang, tentu saja aku menepis tangannya.

"Amar apa-apaan sih...!" kataku sambil memasang wajah marah.

"Amar cuma mau pegang-pegang aja kok Teh. Janji deh nggak Amar apa-apain. Amar cuma pengen tahu aja rasanya megang memek. Cuma itu aja Teh..." kata adikku dengan memasang wajah memelas.

Kembali tangannya mendekati selangkanganku, namun adikku tidak berani memegang vaginaku lagi karena belum mendapat ijin dariku. Tadinya aku berpikir untuk menolak permintaan adikku, masa aku mau saja dipegang-pegang sama adik kandung sendiri. Tapi aku juga ingin tahu bagaimana rasanya vaginaku dipegang oleh laki-laki, karena selama aku berpacaran paling hanya sebatas ciuman bibir saja, tidak pernah lebih jauh lagi. Aku juga merasa sedikit lega, karena walaupun cukup sering bergonta-ganti pacar, tapi adikku ternyata juga tidak pernah terlampau jauh dalam hal berpacaran.

"Ya udah Teteh bolehin deh. Tapi inget, Amar cuma boleh pegang vagina Teteh bagian luar aja..." akhirnya aku mengiyakan karena adikku sudah berjanji 'hanya' akan memegang vaginaku saja.

Deg-degan sekaligus penasaran juga rasanya. Tangan adikku lalu semakin mendekati kemaluanku yang halus tanpa bulu itu. Di saat bibir vaginaku sudah tersentuh oleh tangannya aku merasa geli sekali. Aku melihat penisnya sudah keras sekali, kini warna kepala penisnya jauh lebih kehitaman dan lebih licin dibandingkan dengan sebelumnya. Hangatnya tangan adikku sudah terasa melingkupi vaginaku. Geli sekali rasanya saat bibir vaginaku tersentuh telapak tangannya. Geli-geli nikmat pada syaraf vaginaku. Aku jadi semakin terangsang sehingga tanpa dapat ditahan, vaginaku mengeluarkan cairan.

"Teteh terangsang ya?" tanya adikku.

"Enak aja!! Mana bisa Teteh terangsang sama Amar..." jawabku sambil berusaha merapatkan vaginaku agar cairannya tidak semakin keluar.

"Ini memek Teteh kok sampe basah kayak gini?" selidiknya.

"Kamu jangan sok tau Mar! Itu sisa air pipis Teteh tau..." kataku berkilah.

"Teteh gak usah bohongin Amar deh..." jawabnya.

"Ih, siapa yang bohong? Emang beneran bukan kok..." aku tetap tidak mau mengakui kalau sentuhan tangannya semakin membuat birahiku naik.

"Teh, memek Teteh rasanya anget, empuk dan basah yah..." Kata adikku sambil terus memegang vaginaku.

"Emang kayak gitu! Udah belum megangnya Mar? Teteh pengen keluar dari kamar mandi nih..." kataku berlagak seperti aku menginginkan situasi itu berhenti.

Padahal sebenarnya aku ingin tangan adikku tetap berada di situ, bahkan kalau bisa mulai bergerak untuk menggesek-gesek bibir vaginaku.

"Teh, Amar boleh gesek-gesek memek Teteh gak...?" pinta adikku yang sepertinya bisa mengerti keinginanku.

"Tuh kan! Tadi katanya cuma mau pegang-pegang aja...!" aku pura-pura tidak mau.

"Gesek dikit aja kok Teh...! Boleh yaaa..!??" sambil merengek-rengek seperti anak kecil minta dibelikan es krim.

"Terserah Amar aja deh...!" aku mengiyakan dengan nada malas-malasan, padahal mau banget. Habis enak sih!

"Tapi inget, Amar jangan bilang sama siapa-siapa tentang hal ini yah..." kataku mengingatkan.

Amar hanya mengangguk saja, kemudian tangan adikku semakin masuk ke dalam, terasa bibir vaginaku terbawa juga ke dalam. Hampir saja aku mendesah karena rasanya nikmat sekali. Otot di dalam vaginaku mulai terasa berdenyut. Lalu tangan adikku ditariknya lagi, bibir vaginaku jadi ikut tertarik.

"Aaaaaaahhh..." akhirnya keluar juga desahanku karena tidak sanggup lagi menahan rasa nikmat pada vaginaku.

Badanku terasa limbung, bahuku condong ke depan. Karena takut jatuh, tanganku bertumpu pada bahu adikku.

"Aahhh... Uuummhhh... Maaar...!!" tubuhku semakin panas dan tanpa sadar aku melebarkan kedua pahaku supaya tangan adikku dapat lebih leluasa.

"Enak ya Teh memeknya Amar giniin...?" tanya adikku sambil terus menggesek-gesekan tangannya.

"I-Iyaahh... Enak banget Mar!! Aaaahhh..." jawabku jujur sambil memejamkan mata karena saking nikmatnya.

Tangan adikku lalu mulai maju dan mundur, kadang klitorisku tersentuh oleh telapak tangannya. Tiap tersentuh rasanya nikmat luar biasa, badan ini akan tersentak ke depan. Jari-jari adikku juga sekarang sudah mulai masuk ke dalam vaginaku. Rasanya sungguh nikmat.

"Mar, coba jari kamu masuk lebih dalem lagi ke vagina Teteh, cari daging yang... Aaaakhh...!!" desahku lebih kencang, karena saat itu jari adikku tepat menyentuh bagian klitorisku yang sangat sensitif.

"Aduh, sakit ya Teh? Maaf ya... Amar gak sengaja..." kata adikku dengan nada bersalah sambil mengeluarkan jarinya dari vaginaku.

"Siapa yang nyuruh keluarin jari kamu Mar!?" bentakku sambil memegangi lengan adikku.

"Itu tadi yang namanya klitoris, titik paling sensitif pada vagina cewek, coba kamu gosok pelan-pelan. Yaaahh... Aaaahhh... Kayaaaak gituu..." kataku sambil terus menikmati sentuhan jarinya.

"Jadi kalo Amar giniin enak banget ya Teh?" kata adikku tersenyum dan menggosokkan jarinya pada daging kecil itu. Tangan adikku terus mengorek-ngorek vaginaku dengan diiringi nafasnya yang semakin memburu. Amar merasa tangannya terkena cairan yang sangat hangat.

"Mar, udah dulu pake jarinya. Sekarang Amar jilatin vagina Teteh dong..." pintaku tanpa malu-malu lagi.

Amar menurut saja apa yang disuruh olehku, ia menunduk hingga mulutnya sejajar dengan vaginaku. Aroma kewanitaanku pasti langsung tercium olehnya begitu aku lebih melebarkan lagi pahaku supaya Amar dapat leluasa. Mata Amar melotot melihat pemandangan yang indah itu dari dekat. Bibir vaginaku masih tertutup benar-benar rapat. Tak usah dikatakan, pasti semua lelaki langsung tahu kalau vaginaku belum pernah dijamah sama sekali bahkan oleh pemiliknya sendiri. Tanpa buang waktu, Amar langsung mendekati vaginaku dan mulai menciuminya.

"Eeeeemmhhh..." desahku saat Amar mulai menciumi vaginaku.

"Ayo Mar, jangan diciumin aja! Jilatin vagina Teteh sepuas Amar..." pintaku saat semakin terangsang.

Adikku mulai menjilati bibir vaginaku yang sudah basah karena terangsang berat, mula-mula dia agak canggung melakukannya namun lama-lama dia semakin terbiasa dan mulai menikmati tugasnya. Aku merapatkan kedua kakiku ketika Amar mulai menjilati rongga dalam vaginaku. Sementara itu aku menggunakan tangan kiriku untuk meremas-remas kedua buah payudaraku secara bergantian, sedangkan kugunakan tangan kananku untuk mengarahkan kepala adikku agar menjilat daerah yang tepat.

"Iyah, disitu Mar... Mmmmhh... I-iyaaah disitu... Enaaak banget Mar!!" desahku kencang karena merasa begitu nikmat.

Aku mengigit-gigit bibir menikmati jilatan Amar pada vaginaku, lidahnya bergerak-gerak seperti ular di dalam vaginaku, daging kecil sensitifku juga tidak luput dari sapuan lidahnya, kadang diselingi dengan hisapan. Hal ini membuat tubuhku menggeliat-geliat, mataku terpejam dan badanku terasa melayang-layang di langit menghayati permainan ini.

"Mmmmmhhh... Ammmaaaaarrr..." aku merasakan sensasi luar biasa yang bersumber dari vaginaku.

Tak pernah terpikir olehku, rasa nikmat yang sangat hebat bisa ditimbulkan dari alat kelaminku yang sedang diciumi dan dijilati oleh adikku. Tubuhku mengejang setiap kali lidah Amar mengenai klitorisku. Rasanya seperti ada yang mau meledak dari dalam tubuhku dan ingin keluar melalui alat kelaminku, tapi kali ini rasanya lebih mendesak dan dorongannya lebih kuat dari sebelumnya. Sedikit demi sedikit lidah Amar mulai terlatih dalam melakukan oral seks. Lidah adikku menyapu bibir vagina dan menggelitik klitorisku sampai aku menggeliat-geliat dan mendesah nikmat.

“Tee... ruuuss... Maaaaar...! Sedi... kiiit la... giiii...!!" desahku terbata-bata karena sudah hampir mencapai orgasme.

Melihat ekspresi dan desahanku, Amar semakin bernafsu menjilati vaginaku.

"Eennnnghhh... Teteh keluaaaarr!! Aaaaaahh..." aku melenguh nikmat saat aku benar-benar sudah mencapai orgasme.

Aku hampir saja jatuh kalau aku tidak bertumpu pada bahu adikku.

'Sssluuurrrppp...' bunyinya sangat keras. Meski masih terbuai dalam kenikmatan, aku masih bisa berpikir untuk melihat ke arah adikku yang sedang menyeruput cairan dari alat kelaminku. Amar kelihatan sangat menikmati cairan yang terus mengalir dari vaginaku.

"Cairan memek Teteh nikmat banget rasanya..." kata adikku saat berhenti menyeruput, meringankan beban birahi untuk sementara waktu.

Amar kemudian melanjutkan menyeruput cairan vaginaku yang melimpah ruah. Mungkin karena belum pernah dikeluarkan, cairan vaginaku mengalir keluar seperti tanggul air yang bocor. Apalagi ditambah sensasi bahwa yang sedang mengeluarkan cairan vaginaku adalah Amar, adik kandungku sendiri.

Setelah yakin, tak ada lagi cairan vaginaku yang tersisa untuk diminumnya, Amar bangkit dan mulai membuka kaos yang menempel di tubuhku. Adikku mengangkat kaosku dengan terburu-buru, mungkin dia sudah tidak sabar untuk melihat tubuh kakaknya dalam keadaan bugil. Aku sendiri mengangkat tanganku membiarkan kaos itu lolos dari tubuhku. Mata adikku terlihat seperti mau keluar memandang tubuhku yang sekarang sudah tanpa penutup apa-apa lagi. Tubuhku begitu mulus dengan payudara berukuran kecil, namun kencang.

Ketika adikku sedang terbengong tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun, aku meraih tangannya dan meletakkannya pada payudaraku. Tangan adikku gemetaran ketika pertama kalinya menyentuh gundukan daging kenyal itu. Aku bimbing tangan adikku untuk mulai membelai dan meremas payudaraku.

"Mmmmhhhh... Iya gitu Mar! Remasss pelan-pelaaan payudara Teteh, rasain putingnya mengeraaaasss..." kataku sambil membimbing tangan adikku yang satunya membelai punggungku.

Aku tidak tahu harus berbuat apa dengan kedua tanganku, jadi aku menggunakan kedua tanganku untuk mengelus-elus kepala adikku yang sedang mengeksplorasi setiap senti dari kedua buah payudaraku. Aku memejamkan mata menikmati belaian tangan adikku, belaian itu kadang terkesan ragu-ragu tapi semakin membuat birahiku naik.

"Aaaaahh... Aaaaahh... Aaaaahh..." aku terus mendesah.

Tanpa harus dibimbing lagi, sambil sedikit menunduk adikku mengenyoti payudaraku sampai pipinya yang tirus terlihat semakin kempot. Lidahnya juga menyapu-nyapu putingnya menyebabkan aku semakin terangsang. Aku memegangi kepala adikku dan menekan-nekan wajahnya ke payudaraku seolah memintanya terus melakukannya.

"Mmmmmmmhhh... Mar, isepiiiin yang satu lagiiii... Aaaaaaah..." erangku keenakan.

Adikku kini menghisap payudara kananku sedangkan tangannya meremasi payudara yang lain. Disedotnya putingku dengan buas menyebabkan benda itu semakin membengkak. Lidahnya terasa menari-nari dengan liar, membuatku semakin tidak bisa mengontrol diri. Tubuhku serasa lemas tak berdaya, pasrah membiarkan adikku menjilati payudaraku.

"Oohhh... Mar, jangan keras-keras!!" aku meringis dan menjenggut rambut adikku ketika putingku mulai digigit.

Kenikmatan yang semakin melambungkannya membuat adikku lupa diri hingga tak terasa putingku yang sedang dihisapnya tergigit dengan kuat.

"Maaf Teh, Amar gak sengaja, abis rasanya enak banget sih...!" tak dapat disangkal rasa nyeri itu turut bercampur menjadi bagian dari kenikmatan antara aku dan adikku.

"Rasa toketnya Teteh enak banget, bentuknya juga pas Teh! Amar suka banget ngisep toket Teteh..." katanya di sela-sela menghisap payudaraku.

"Iyaaahhh Mar...! Teteh juga suka diisep Amar... Teruuuuus... kayak gitu enaaaaak... Aaaahhh... Aaaaahhh!!" desahku.

"Mar... Amaaaar..." aku terus menyebut nama adikku yang terlihat semakin menikmati hisapannya pada puting payudaraku.

Setelah kedua payudaraku sudah terbaluri air liur adikku, tangannya mulai aktif mengelusi paha mulusku. Tanpa kusadari, jari-jarinya sudah mulai memasuki vaginaku lagi dan menggelitik bagian dalamnya. Aku menutup mataku dan mulai mendesah saat jarinya yang sekarang sudah cukup terlatih, menemukan klitorisku dan menggesek-gesekkan jarinya pada daging kecil itu. Aku merasakan sensasi geli yang luar biasa sehingga tubuhku mengejang dan pahaku merapat mengapit tangannya.

"Aaaaaaahh..." desahku saat jari tengah Amar bergerak naik-turun di belahan bibir vaginaku. Mengelus-elus pangkal pahaku yang sudah mulai terasa ‘panas’ lagi.

Sedang enak-enaknya menikmati rangsangan yang diberikan pada payudara dan vaginaku, tiba-tiba adikku berkata "Teh, gantian dong... Sekarang Teteh yang bikin Amar enak yah..."

"Emangnya Amar mau Teteh apain?" jawabku sambil membuka mata.

"Kocokin kontol Amar dong Teh..." katanya sambil tangannya menuntun tanganku ke arah penisnya.

Kupikir egois juga jika aku tidak mengikuti keinginannya. Kubiarkan tanganku dituntun oleh tangannya. Aku pun menggenggam batang penis yang sudah sangat tegang tersebut dengan jari-jari kecilku, kemudian berlahan mengocoknya dengan lembut. Terasa hangat penisnya di genggaman tangan ini. Kadang terasa kedutan di dalamnya. Karena masih ada sedikit sisa sabun di penisnya, dengan mudah aku bisa memaju-mundurkan tanganku mengocok penisnya. Tanganku mulai mengusap batang itu. Adikku memejamkan mata dan menelan ludah menikmati usapan lembut itu.

"Udah pernah belum penis Amar diginiin?" tanyaku ingin tahu.

"Kalo coli doang sih udah sering Teh. Malah kadang Amar ngelakuinnya sambil ngebayangin Teteh telanjang..." katanya dengan malu-malu.

Mendengar jawaban itu tentu membuat aku kaget sekaligus tersenyum geli, tanpa merasa marah sedikitpun. Aku terus mengocok penis adikku hingga sudah sangat tegang. Kulihat tubuh adikku kadang-kadang tersentak ke depan saat tanganku sampai ke pangkal penisnya. Kami berhadapan dengan satu tangan saling memegang kemaluan dan tangan satunya memegang bahu.

"Oooohh Teteeeh..." Amar melenguh nikmat menerima kocokan tanganku pada penisnya.

"Emmmhhh... Teeeh... Enaaakk banget rasanyaaa!!" erangnya gemetaran.

Saat aku sedang menikmati mengocok penis adikku, tiba-tiba dia berkata "Teh, jilatin kontol Amar dong! Soalnya kata temen-temen Amar enak banget rasanya..." tanyanya berharap aku mau menurutinya.

Tanpa pikir panjang lagi, aku langsung mengiyakan kemudian menyiram penisnya yang masih ada sisa sabun dengan air dari gayung hingga bersih. Aku mengambil posisi berlutut di depan penis adikku dan mulai menggenggamnya. Adikku mulai mendesah dan tubuhnya berkelejotan ketika aku pertama kali mendaratkan bibirku mengecup kepala penisnya, lidahku lalu menyusul menjilati bagian kepalanya sambil tanganku memijat pelan buah zakarnya.

"Teeteeeeehhh…!!!" teriak adikku saat aku mulai menciumi batang penisnya.

Aku menjilati ujung kepala penis Amar. Dengan pelan-pelan aku memainkan lidah dan menjilati secara bergiliran batang penis dan buah zakar adikku.

"Enak ya Mar...?" tanyaku sambil memasang wajah menggoda.

"Oooooh... Eenak banget Teeeh..." jawab Amar sekenanya.

"Teh, sekarang sepongin kontol Amar dong..." pinta adikku yang sekarang pasti sedang birahi berat.

Aku pun melanjutkan layanan dengan memasukkan batang penis tersebut ke dalam mulutku. Batang penis itu pun kini mulai terlihat keluar masuk seiring kulumanku. Sesekali ditengah kulumannya, aku juga mengemut buah zakar Amar sehingga membuatnya semakin mendesah penuh kenikmatan.

Walaupun aku belum pernah melakukan oral seks sebelumnya, namun aku berusaha mengikuti instingku saja. Sambil memejamkan mata, aku mulai memasukan penis itu ke dalam mulutku. Adikku mendesis merasakan hangatnya ludahku menyelubungi penisnya disertai hisapan dan jilatan yang baru dirasakan pertama kalinya itu.

"Oooohhh... Eenaaaaak banget Teeeh... Oooohh..." adikku mengerang-erang mengeluh-eluhkan aku yang menjilati penisnya karena belum pernah dia rasakan kenikmatan seperti ini.

Aku sangat menikmati alat kelamin adikku, tak ada yang luput dari sapuan lidahku. Penis itu habis diemut-emut dan dijilat-jilat olehku, penis Amar pun menjadi bulan-bulananku. Sekitar penisnya pun sudah basah kuyup dengan air liurku. Adikku terus mendesah dan mendongakkan kepalanya.

"Amar pasti sangat menikmati hisapan dan jilatan dariku..." pikirku.

"Enaaaaak Teeeh!! Aaaaaaahhhh..." lirih adikku karena seluruh batangnya telah berada di dalam mulutku.

"Aaahhh... Teruuuus Teh!! Jilatin kepala kontol Amaaaar... Aaahh... Aaahh..." perintah adikku sambil terus mendesah keenakan.

"Teruuus Teh... Terus... Ooooooh…" Amar terus mendesah. Adikku menyeka rambut yang menutupi wajahku, rupanya dia ingin melihat ekspresi wajahku ketika sedang menghisap penisnya.

"Ooohh... Oooohh... Ooooooohh..." desahan Amar terdengar semakin kencang setiap kali batang penisnya memasuki mulutku.

Amar nampak menengadah sambil memejamkan matanya. Terlihat sekali ia begitu menikmati apa yang dilakukan olehku di bawah sana. Sedangkan aku masih terlihat sibuk melakukan aktifitasku dalam posisi bersimpuh. Aku menggigit-gigit kecil kepala dan leher penis adikku karena nafsu. Tubuh Amar menggelinjang-gelinjang saat aku menggunakan lidahku untuk mengorek-ngorek kepala penisnya.

Adikku kelihatan tak bisa menahan rasa nikmat serangan lidahku pada kepala penisnya. Sungguh sebuah sensasi luar biasa dimana penis adikku sedang diemut-emut oleh kakak kandungnya sendiri! Terkadang aku membuka mata dan menggerakkan mataku ke atas untuk melihat reaksi adikku, tatapan mataku saat itu membuatnya tak sanggup berlama-lama memandangku.

"Aaaaaahh... Enak banget Teh... Enaaaaaak. Teteh jago banget nyepongnya. Aaaahh... Amar udah mau keluaaaar... Aaaahhh... Telen se-semua peju Amar ya Teeeh... Aaaaaaaaahhh..." kata Amar sambil terus memuji hisapanku pada penisnya.

Tak lama kemudian saat kepala penisnya bersentuhan dengan daging lembut di langit-langit tenggorokanku, menyemprotlah dengan deras spermanya tanpa dapat dibendung lagi. Tubuh adikku menegang sambil menggigiti bibir bawahnya dan menarik erat rambutku, mungkin karena dia sedang merasakan kenikmatan yang tak terlukiskan dengan kata-kata.

"Teleen Teeh! Jangan sampeee bersisaaaa..." lanjut adikku lagi.

Aku pun menuruti perintah Amar, kutelan semua sperma yang keluar di dalam mulutku. Penisnya banyak sekali mengeluarkan sperma. Meskipun cairan putih yang keluar cukup banyak, namun tak setetes pun keluar dari mulutku. Aku mengisapnya hingga tetes terakhir. Pipiku sampai terlihat kempot menghisap dan menelan cairan itu dengan nikmat.

"Aaaahh... Udahhh Teehhh... Amar gak tahan lagi... Uuuuhh..." Amar minta ampun karena aku terus mengemut-emut kepala penisnya.

Adikku hanya bisa mengerang keenakan saat penisnya aku bersihkan dengan mulutku. Setelah yakin sperma Amar sudah benar-benar tak bersisa, aku pun mengeluarkan penis adikku yang mulai menyusut dalam mulutku.

"Gimana Mar, enak gak yang Teteh lakuin barusan...?" tanyaku begitu melepas penis itu dari mulutku, kemudian memanfaatkan sedikit waktu untuk beristirahat sejenak.

"Enak banget Teh! Duh, baru pernah deh Amar ngerasain yang enak banget kayak tadi!" katanya puas.

Belum selesai aku beristirahat tiba-tiba Amar berkata "Teteh udah pernah ngentot belum?"

"Belum..." kataku singkat.

"Emangnya Amar udah pernah?" lanjutku penasaran.

"Belum juga Teh..." jawabnya.

"Nanti juga ada saatnya kok..." kataku yang saat itu mulai kuatir adikku ingin berbuat lebih jauh lagi.

"Tapi Teh, Amar pengen banget ngerasain ngentot. Teteh mau kan?" katanya dengan nada memelas.

"Teteh gak mau ah! Inget dong, kita kan kakak adik Mar..." aku mencoba menolak.

"Tolong dong Teh..." katanya memelas.

"Teteh belum siap kalo harus gituan sama Amar. Lagipula Teteh masih perawan..." kataku lagi.

"Kalo gitu kontol Amar sama memek Teteh digesekin aja deh. Boleh ya?" pinta adikku seperti meminta belas kasihan.

"Tapi janji ya cuma gesekin aja?" aku mengingatkannya karena selain aku masih perawan, aku juga tidak ingin dihamili oleh adikku sendiri.

Adikku yang terlihat sudah terangsang berat, langsung mengiyakan karena dia pasti sudah tidak tahan lagi untuk menggesekkan penisnya pada vaginaku. Amar lalu membantuku untuk bangkit dari posisi berlutut, kemudian dia berusaha mencari lubang vaginaku untuk digesekkan dengan kepala penisnya. Tapi dia terlihat sedikit kesulitan karena memang belum berpengalaman.

"Sini Mar..." tanpa sadar aku menjulurkan tangan kananku dan menggengam penisnya lalu menuntun ke mulut vaginaku.

Karena adikku lebih tinggi, maka dia harus sedikit mengangkat badanku agar dapat menggesekkan penisnya di antara selangkanganku. Terasa hangatnya batang penisnya di bibir vaginaku. Lalu dia memaju-mundurkan pinggulnya untuk menggesek-gesekkan penisnya dengan vaginaku.

"Ouuuughhh Amaaaaarrr!!" aku mengerang.

"Mar... Masukin aja penis kamu!! Teteh udah nggak tahan nih..." setelah sekian lama menerima rangsangan aku akhirnya menghendaki penis adikku untuk masuk ke dalam vaginaku.

"Iyaaa Teehhh..." jawabnya sambil terus mendesah.

Aku sekarang sudah tidak perduli bahwa laki-laki yang akan aku berikan keperawananku adalah adik kandungku sendiri! Lagipula mulutku juga sudah diperawani oleh adikku, jadi tidak ada salahnya kalau aku sekalian merelakan kesucianku kepadanya.

"Teteh udah siap?" tanya adikku.

"I-iya... Tapi pelan-pelan yah Mar. Jangan kasar..." pintaku sedikit gugup.

Aku hanya ingin Amar memperawaniku dengan lembut. Maklum saja ini merupakan pengalaman pertamaku yang pasti akan berkesan seumur hidupku. Untunglah, adikku tampaknya mengerti akan perasaanku. Ia mengangguk dan sorot matanya seolah menenangkanku.

Amar lalu menaikkan satu kakiku dan dilingkarkan ke pinggangnya, sedangkan tangan satunya mengarahkan penisnya agar tepat masuk ke vaginaku. Sesaat penisnya berhasil membelah bibir vaginaku, namun mungkin karena vaginaku licin akibat cairan cintaku, penis Amar malah meleset keluar dari celah vaginaku. Adikku kembali berusaha, namun tampaknya agak susah baginya untuk memasukkan penisnya ke dalam liang vaginaku yang masih sempit. Setelah beberapa kali berusaha, akhirnya aku terlonjak ketika sebuah benda hangat masuk ke dalam kemaluanku. Rasanya ingin berteriak sekuatnya untuk melampiaskan nikmat yang kurasa. Akhirnya aku hanya bisa menggigit bibirku untuk menahan rasa nikmat itu.

"Aaaaaaaaaghhh!!!" aku membelalak dan menjerit keras saat merasakan rasa ngilu dan perih yang amat hebat melanda vaginaku.

Akhirnya keperawananku terenggut oleh adikku sendiri. Aku bisa merasakan hangatnya penis Amar yang kini terjepit di dalam vaginaku. Adikku kini memundurkan pinggulnya dengan pelan, mengakibatkan rasa sakit itu semakin mendera vaginaku.

"Mar, Amaaar!! Sakit... Sebentar dong!! Aduuuuh!!" aku meminta dengan panik kepada adikku.

"Sebentar lagi pasti gak berasa sakit kok Teh..." jawab Amar berusaha menenangkanku sambil kembali mendorong pinggangnya dengan pelan.

Penis adikku kini semakin dalam memasuki vaginaku diiringi dengan jeritan piluku yang tersiksa oleh rasa sakit itu.

"Oooooooohh..." adikku melenguh dan menghentikan dorongannya.

Aku akhirnya sadar kalau sekarang ini seluruh penis adikku sudah terbenam sepenuhnya didalam lubang kewanitaanku. Untuk beberapa saat, kami terdiam dalam posisi itu. Adikku seperti memberiku waktu untuk menyesuaikan diri dengan keadaanku.

"Anget banget rasanya di dalem memek Teteh..." puji adikku seperti ingin mengalihkan rasa sakitku.

Adikku lalu menarik penisnya sedikit dari vaginaku dan dengan pelan dilesakkannya kembali kedalam liang vaginaku. Rasa pedih kembali menyengat vaginaku, namun Amar selalu berusaha menenangkanku.

"Sakit ya Teh?" tanya adikku.

"I-iya Mar. Sakit banget..." jawabku pelan.

Aku merasa tampaknya Amar juga sudah mengerti bagaimana sakitnya saat seorang wanita diperawani untuk pertama kalinya karena ia selalu berusaha memompa penisnya selembut mungkin untuk mengurangi rasa sakitku. Lama kelamaan, muncul rasa nikmat dari vaginaku akibat gerakan penis adikku. Walaupun masih bercampur dengan rasa perih, aku bisa merasakan bahwa sensasi baru ini berbeda dari saat vaginaku dioral dan dipermainkan oleh jari adikku. Sensasi ini lebih menyentuh sekujur syarafku. Rasa perih itu semakin hilang dan digantikan dengan sensasi baru di tubuhku. Rasa sakit yang melanda vaginaku memberikan sensasi tersendiri yang sangat nikmat. Amar yang melihat bahwa aku sudah terbiasa akan pergerakannya mulai leluasa mengatur gerakannya. Sekarang penisnya ditarik keluar hingga hanya tersisa ujung penisnya saja di dalam vaginaku. Tiba-tiba Amar mendorong pantatnya mendadak dengan cepat sehingga penisnya kembali menghujam liang vaginaku dengan keras.

"Aaaaaaaaakkkh..." jeritku kaget.

Namun sekarang rasanya tidak lagi perih seperti tadi. Amar mulai menggerakkan penisnya dengan tempo yang lebih cepat, membuatku akhirnya melenguh-lenguh merasakan nikmat di vaginaku.

"Ooooohh... Aaaaahhh... Aaaaaahh..." aku mendesah-desah keenakan.

Sesekali adikku berhenti menggerakkan pinggangnya saat penisnya tertanam penuh dalam vaginaku dan mulai menggoyang-goyangkan pantatnya sehingga penisnya mengaduk-aduk isi liang vaginaku. Semakin lama, kurasakan tempo goyangan penis Amar semakin cepat keluar masuk vaginaku dan menggesek klitorisku saat memasuki vaginaku. Tubuhku juga berguncang mengikuti irama pompaan penis adikku seiring dengan desahan-desahan erotis dari bibirku. Tidak terasa sudah sekitar 15 menit sejak penis adikku memasuki vaginaku pertama kalinya. Amar masih dengan giat terus menggerakkan penisnya menjelajahi vaginaku. Sementara aku sendiri sudah kewalahan menerima serangan kenikmatan di vaginaku.

Karena sudah dari tadi di rangsang, tidak lama kemudian aku merasa vaginaku berdenyut dan merinding. Vaginaku rasanya seperti tersedot-sedot dan seluruh syaraf di dalam tubuh berkontraksi.

"Ouuuuugggghhh... Ammaaaaaaarrrr!! Enaaaakk bangeeeeet Maaar!! Teteh mauu keluaaaaarrr!!" aku tidak kuat untuk tidak berteriak.

"Aaaaaaaaaaahhhh!!" sambil menjerit aku melepaskan rasa nikmat orgasme yang terasa luar biasa.

"Oooh... Memeknya Teteeeeh basaaah dan Aanget!! Enak banget Teeeeh...!" erang Amar menikmati penisnya di dalam vaginaku yang sudah basah oleh cairan orgasme.

Kulihat adikku masih terus memaju-mundurkan pinggulnya dengan sekuat tenaga. Tiba-tiba dia mendorong tubuhku sekuat tenaga hingga terdorong sampai ke tembok.

"Ouughhh...! Enak Maaarrr...!! Terus Maaarr.... Oughhh...." kataku yang walaupun sudah mencapai orgasme tapi belum ingin berhenti.

Tanganku memegang pantatnya dan menekannya supaya penisnya bisa lebih masuk, penetrasinya pun lebih dalam. Pantatnya ditekannya lama sekali ke arah vaginaku. Lalu badannya tersentak-sentak melengkung ke depan. Kurasakan cairan hangat di dalam vaginaku. Lama kami terdiam dalam posisi itu, kurasa penisnya masih penuh mengisi vaginaku. Lalu dia mencium bibirku dan melumatnya. Kami berpagutan lama sekali, basah keringat menyiram tubuh ini. Kami saling melumat bibir lama sekali. Tangannya lalu meremas susuku dan memilin putingnya.

"Sekarang Teteh nungging deh, terus pegang pinggir bak mandi..." tiba-tiba adikku berkata.

"Kamu mau ngapain Mar?" aku sedikit bingung dengan permintaannya.

"Udah deh. Teteh ikutin kata Amar aja!" katanya lagi.

Aku pun mengikuti petunjuknya. Aku berpegangan pada pinggir bak mandi dan menurunkan tubuh bagian atasku, sehingga batang kemaluannya sejajar dengan pantatku. Aku tahu adikku bisa melihat dengan jelas vaginaku dari belakang. Lalu dia mendekatiku dan memasukkan penisnya ke dalam vaginaku dari belakang. Terdengar bunyi hentakan dari badan Amar dengan belakang pantatku. Aku juga bisa merasakan buah zakarnya bergelantungan di bongkahan pantatku.

"Aaaahhhhh..! Enak banget Maaar... Aaaaahh... Amaaaaarrr...!!" aku menjeritkan nama adikku saat penis itu mulai masuk ke dalam rongga vaginaku.

Mulutku terus mengeluarkan desahan-desahan nikmat, kepalaku menengadah dan mataku terpejam. Sungguh fantastis kenikmatan yang diberikan oleh adikku. Kontraksi otot-otot kemaluanku membuat adikku merasa semakin nikmat karena otot-otot itu menghimpit penisnya. Hal ini menyebabkan goyangan adikku semakin liar saja.

"Eeeeemm... Eenaaakk banget Teh...!" katanya sambil meremasi bongkahan pantatku.

Adikku sangat pintar memainkan tubuhku, dengan sangat lembut jari-jarinya menyelusuri belahan pantatku dari atas hingga ke bawah belahan vaginaku. Gerakan itu di lakukan berkali-kali sehingga pantatku terlihat membusung ke belakang. Sambil menggenjot, tangan adikku menjelajahi lekuk-lekuk tubuhku, payudaraku diremas-remasnya dengan gemas. Aku turut menggerakan pinggulnya menyambut genjotan adikku. Rasanya lebih nikmat dibanding sebelumnya. Rasa nikmat itu lebih kurasakan karena tangan adikku yang bebas kini meremas-remas payudaraku. Adikku terus memaju-mundurkan pantatnya.

"Ssssshhh... Aaaahhhh..." aku mendesah meresapi proses penetrasi.

Sekitar sepuluh menit lamanya kami bersenggama dalam posisi demikian hingga kali ini orgasme dalam waktu hampir bersamaan. Aku merasakan tembakan sperma adikku yang hangat kembali membasahi rongga vaginaku. Adikku menekan dalam-dalam penisnya yang menyemburkan sperma sambil melenguh panjang, demikian juga aku yang tak mampu menahan desahanku. Setelah mencapai orgasme aku tersenyum pada adikku itu dan menciumnya di bibir dengan mesra.

Kami lalu berciuman untuk waktu yang cukup lama. Bibir kami saling berpagutan, aku dengan agresif memainkan lidahnya di dalam mulut adikku, aku menyapu langit-langit mulutnya dan mendorong-dorong lidah adikku dengan lidahnya. Adikku pun tergerak untuk ikut memainkan lidahnya membalas lidah aku yang seolah mengajaknya ikut menari. Sambil berciuman dengan penuh gairah tangan adikku itu mengelusi punggungku yang mulus dan hangat. Beberapa saat kemudian kami saling melepas ciuman setelah merasa nafas kami memburu dan butuh udara segar.

Aku mengambil sabun dan mulai menggosokannya ke seluruh tubuh Amar. Wajah adikku masih terlihat lelah ketika tanganku membelai tubuhnya, tapi yang jelas penisnya masih tampak tegang terutama ketika aku menyabuninya. Dengan nakal aku sengaja mengocoknya pelan sehingga adikku mulai mendesah.

"Sekarang gantian Amar yang nyabunin Teteh yah..." ujarku seraya menyerahkan sabun ke tangannya.

Amar menyabuni seluruh tubuhku dengan penuh nafsu. Ketika sampai di bagian vagina, adikku mulai memainkan jarinya lagi.

"Eeeemmmhhh..." aku mendesah sambil memejamkan mata.

Aku memeluk adikku dan menggeser tubuh ke dekat bak mandi, kemudian menyiram dan membilas busa sabun di tubuh kami berdua. Amar mengelus dan memasukkan jarinya ke vaginaku sambil mengemut putingku yang mulai menegang. Aku terus mendesah menikmati jari-jari Amar di vaginaku yang disertai hisapan pelan pada putingku. Kepalaku terus menengadah dengan mata terpejam. Sedang larut-larutnya dalam birahi tiba-tiba aku mendengar suara klakson mobil ayahku di depan rumah.

"Aduh Mar!! Ayah udah pulang..." teriakku dengan panik.

Dengan terburu-buru Amar langsung melepas pelukannya dari tubuhku. Dia segera memakai handuk miliknya, sedangkan aku tanpa pikir panjang memakai kembali kaos dan celanaku yang dalam keadaan kotor. Lalu kami berdua keluar dari kamar mandi, Amar masuk ke kamar tidurnya sedangkan aku membukakan pintu depan tanpa sempat berganti pakaian terlebih dahulu.

''Untung saja aku dengar suara klakson mobil Ayah...'' pikirku lega.

Malam harinya, saat orang tua dan adik-adikku yang lain sudah pergi tidur, aku masuk ke dalam kamar Amar untuk melanjutkan 'permainan' yang tadi sempat tertunda. Sejak saat itu kami melakukannya bagaikan pengantin baru, hampir tiap malam kami bersetubuh. Bahkan pernah dalam semalam, kami melakukannya sampai 3 kali! Biasanya Amar membiarkan pintu kamarnya tidak dalam keadaan terkunci, lalu saat tengah malam aku datang ke kamarnya dan kami bersetubuh sampai kelelahan.

Sampai saat ini kami masih sering melakukannya jika ada kesempatan bagi kami. Aku tidak bisa menghentikan perbuatanku dengan adikku, yang pertama karena adikku selalu meminta jatah, di lain pihak aku juga sangat ketagihan untuk melakukan hal tersebut. Walaupun saat ini kami berdua sudah memiliki pacar, namun adikku selalu setia untuk 'menyetor' spermanya ke vaginaku. Aku juga selalu berharap supaya tidak hamil dari sperma adikku.

Sekarang kami berdua sudah berani melakukannya tidak hanya di kamar adikku ataupun kamarku, namun juga di ruang keluarga, ruang tamu bahkan hingga kamar kedua orangtua kami. Tentu saja kami melakukannya di saat orangtua dan adik-adik perempuanku sedang tidak ada di rumah. Sejak kejadian itu, aku merasakan diriku telah berubah menjadi gadis dengan hasrat seksual yang tinggi, sedangkan Amar menjadi anak yang lebih penurut, terutama kepada diriku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SoraBook

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vestibulum rhoncus vehicula tortor, vel cursus elit. Donec nec nisl felis. Pellentesque ultrices sem sit amet eros interdum, id elementum nisi ermentum.Vestibulum rhoncus vehicula tortor, vel cursus elit. Donec nec nisl felis. Pellentesque ultrices sem sit amet eros interdum, id elementum nisi fermentum.




Comments

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *