Cerita Dewasa ini selayaknya kuceritakan, karena aku ingin kalian juga
tahu perasaanku. Mungkin seharusnya aku merasa jengah atau stidaknya
memprotes atas apa yang tengah dilakukan Roni pada ibuku. Tetapi tidak,
aku malah menikmati permainan mereka. Bahkan ingin rasanya aku
menggantikan peran Roni. Karena sudah cukup lama aku ingin menyentuh dan
menghisap tetek ibu bahkan sekaligus menyetubuhinya. Aku memang sangat
terangsang setiap mengintip dan mendapati ibu tengah telanjang. Hanya
selama ini aku hanya bisa menyetubuhi dalam angan-angan yakni beronani
sambil membayangkan menyetubuhinya.
“Telepon yang anda tuju tidak dapat dihubungi. Silahkan ulangi beberapa
menit lagi”. Begitu yang kudengar setiap kupencet namanya pada memori HP
ku. Lagi ada di mana si penjahat seks itu sampai HP nya dimatikan? Aku
sampai lupa meminum es juice dan menyantap pisang keju yang terhidang di
mejaku karena terus mencoba menghubungi Roni, temanku.
“Tumben sendirian. Biasanya sama Roni,” kata Bu Tiwi, pemilik kantin.
“Iya nih Bu, HP nya dimatikan. Nggak bisa dihubungi,” ujarku setelah
menghirup es juice yang terhidang dan mengunyah pisang keju. Sebenarnya
telah hilang selera makanku pada makananan dan minuman favoritku itu
karena tak berhasil menghubungi Roni.
“Kalau mau dateng ke pesantren kilat bareng mestinya janjian yang
mateng. Jadi nggak manyun begitu,” ujar Bu Tiwi lagi sambil melayani
pembeli yang lain.
Benar juga omongan Bu Tiwi. Ini memang salahku. Semestinya, semalam atau
tadi sebelum berangkat kontak Roni dulu hingga bisa janjian. Kalau
sudah begini, aku yang repot. Mau ngikut pesantren udah kesiangan dan
pasti pintu pagar udah ditutup sementara Roni tidak bisa dihubungi. Atau
bisa jadi ia berangkat tanpa bawa HP.
Gagasan untuk ngikut pesantren kilat ini memang murni ide kita daripada
nganggur mendingan ngikut and bisa kenalan ma cewe-cewe pengajar yang
katanya dari universitas muslim, katanya kakak-kakak pengajarnya banyak
yang cantik-cantik. Lagian ada juga yang ngikut dari sekolah laen.
Sewaktu mau berangkat, Rizal, temanku yang lain datang ke rumah dan
meminjamkan sejumlah VCD porno yang pernah ia janjikan dahulu. Lalu
muncul gagasan untuk membolos dan nonton bareng Roni di rumahnya. Aku
yakin Roni pasti tak menolak. Karena seperti kata Rizal diantara
film-film yang dipinjamkan, ada yang bercerita tentang hubungan seks
antara seorang anak laki-laki dengan ibunya.
Thema seperti itu, atau setidaknya yang menggambarkan hubungan seks
antara pria muda dengan wanita yang lebih dewasa bahkan yang lebih
pantas menjadi ibunya, adalah yang sangat digemari Roni. Bahkan dalam
pengalaman nyata, seperti pengakuan dan cerita Roni, ia sering
menyetubuhi pembantunya, wanita yang telah berusia 43 tahun. Roni juga
mengaku sering terangsang saat mengintip ibunya sendiri yang tengah
telanjang. Itulah kenapa aku sering menyebutnya sebagai penjahat seks.
Di luar itu Roni juga yang mengajari dan memperkenalkanku pada kebiasaan
onani. Menurutnya, aku tergolong pria puritan karena hingga berumur 18
tahun belum tahu dan tidak pernah melakukan onani. Dan ketika ia
menggagas untuk membuat lubang rahasia untuk mengintip aktivitas ibuku
dari kamarku yang memang bersebelahan dengan kamar ibu, aku tak kuasa
menolaknya.
Menurut Roni, tubuh ibuku sangat menggairahkan dan merangsang. Sama
seperti tubuh ibunya yang memang usianya tak jauh berbeda karena usia
ibu 47 sedang ibunya Roni lebih muda setahun. Dan seperti ibunya Roni,
ibuku juga sudah menjanda cukup lama. Hanya Roni punya kakak perempuan
yang sudah menikah dan hidup terpisah. Sedangkan aku, anak tunggal dan
hanya hidup berdua dengan ibu sejak kecil. Bahkan konon, sebenarnya aku
bukan anak ayahku yang meninggal saat usiaku masih balita. Tapi buah
perselingkuhan ibu dengan pemuda tetangganya setelah menikah cukup lama
dan tidak punya anak. Aku gak terlalu percaya ma omongan itu karena
keluargaku adalah keluarga muslim yang taat, ibuku saja sudah lama
memakai jilbab begitu juga denga ibunya Roni, kita jadi dekat dari kecil
karena ibuku dan ibunya Roni sama-sama ngikut pengajian di tempat yang
sama, buat ngisi kesibukan dan nambah kenalan juga kekayaan batin gitu
alasan ibuku. Tapi memang si Roni lebih nekat dariku, kita sama-sama
penasaran ama body perempuan-perempuan berjilbab, sapa tahu korengan
kali,ha..ha..
“Sam memiaw ibumu besar dan membusung banget. Mau deh aku menjilati
lubangnya. Ah, pasti enak banget kalau dient*tin,” ujar Roni berbisik
ketika ia menginap di kamarku suatu malam dan mengintip ke kamar ibu
dari lubang rahasia yang kami buat. Saat itu, ibu tidur mengangkang
tanpa mengenakan celana dalam dan dasternya tersingkap.
Malam itu Roni memuaskan diri beronani sambil sambil mengintip dan
membayangkan menyetubuhi ibuku. Dan lucunya, aku juga melakukan yang
sama. Hanya aku melakukan secara diam-diam setelah Roni tertidur pulas.
Benar seperti kata Roni, wanita seusia ibu memang lebih matang dan
merangsang. Sejak itu, aku sering mengintip ke kamar ibu di saat
terangsang dan hendak beronani. Aku juga ingin merasakan nikmatnya
bersetubuh dengan ibu kendati sejauh ini belum pernah melakukan sekali
pun dengan wanita lain.
Satu jam lebih duduk tercenung sendiri di kantin Bu Tiwi akhirnya
membuatku jenuh. Setelah sekali lagi mencoba menghubungi HP Roni tak
tersambung, akhirnya kuputuskan untuk pulang. Paling ibu sudah berangkat
ke Puskesmas tempatnya bekerja hingga nggak bakalan tahu kalau aku gak
jadi ngikut, pikirku. Setelah membayar makanan, aku langsung keluar dan
menyetop angkutan kota yang rutenya melewati jalur jalan dekat rumah.
Motor memang sengaja tak kubawa karena tadinya berniat membolos dengan
Roni.
Sampai di rumah, seperti biasa aku masuk lewat pintu belakang. Kunci
rumah bagian depan memang selalu dibawa oleh ibu karena dia yang
berangkat belakangan setiap hari. Aku membawa kunci pintu belakang agar
tak repot mampir ke kantor ibu untuk mengambil kunci saat pulang
sekolah.
Namun di dalam, saat masuk ke ruang tengah, aku dibuat kaget. sepeda
motor Roni ada di sana terparkir di dekat motorku. Sementara tas hitam
yang biasa dibawa ibu ke kantor teronggok di atas meja makan. Jadi ibu
belum berangkat? Dan kenapa motor Roni ada di sini? Aku jadi curiga.
Jangan-jangan Roni juga ada di sini dan lagi berdua dengan ibuku di
kamarnya. Memikirkan kemungkinan itu, kuperlambat jalanku. Dengan
berjingkat kumasuki kamarku sendiri. Setelah mengunci pintu kamar dari
dalam, langsung kutuju lubang rahasia yang biasa kugunakan untuk
mengintip ke kamar ibu.
Dugaanku tidak meleset. Roni ada di kamar itu berdua dengan ibuku. Di
atas ranjang besar tempat tidur ibu, keduanya tengah melakukan perbuatan
yang selayaknya tidak pantas dilakukan. Kulihat Ibu sudah tidak
berpakaian, tapi masih mengenakan jilbabnya, seragam putih panjang khas
puskesmas sudah teronggokdi lantai dan satu-satunya penutup tubuh yang
dikenakan hanya celana dalam warna hitam, duduk menyandar di dinding
kamar. Ia terlihat sangat menikmati apa yang tengah dilakukan Roni pada
dirinya. Ya Roni menghisapi salah satu pentil susu ibu di bagian kiri
dengan mulutnya. Sementara payudaranya yang sebelah kanan, sesekali
dibelai dan diremas gemas oleh pemuda teman akrab dan kawan sekolahku
itu.
Seperti bayi yang kehausan, Roni menetek dengan lahap di payudara ibu
yang besar, 36B, kutahu waktu kulihat di jemuran dulu. Pasti hisapannya
sangat kuat pada puting susu ibu yang coklat kehitaman hingga ibu tampak
menggelinjang menahan nikmat. Terlebih tangan Roni juga tak mau
berhenti meremasi buah dadanya yang lain sambil sesekali memilin
putingnya. “Ah… ah.. terus hisap Ron, ah enak banget. Tetek tante enak
banget kamu begitukan Ron, ah.. sshh…ahh …aaahhh,” suara ibu terdengar
mengerang dan melenguh menahan nikmat.
Mungkin seharusnya aku merasa jengah atau stidaknya memprotes atas apa
yang tengah dilakukan Roni pada ibuku. Tetapi tidak, aku malah menikmati
permainan mereka. Bahkan ingin rasanya aku menggantikan peran Roni.
Karena sudah cukup lama aku ingin menyentuh dan menghisap tetek ibu
bahkan sekaligus menyetubuhinya. Aku memang sangat terangsang setiap
mengintip dan mendapati ibu tengah telanjang. Hanya selama ini aku hanya
bisa menyetubuhi dalam angan-angan yakni beronani sambil membayangkan
menyetubuhinya.
Aku makin terangsang ketika Roni mulai menciumi kemaluan ibu dari luar
CD hitam yang dikenakannya. Kulihat ujung hidung Roni disentuhkan di
bagian tengah memiaw ibu yang masih tertutup CD. Sesekali Roni juga
menggunakan mulutnya untuk mengecup. Ah kenapa Roni tidak segera melepas
saja CD hitam itu. Terus terang aku jadi tidak sabar untuk melihat
bentuk sejelasnya vagina ibu. Selama ini, setiap mengintip, aku hanya
bisa melihatnya sepintas. Kini, dengan posisi duduk mengangkang seperti
itu, kalau CD nya dibuka pasti memiaw ibu bisa terlihat detilnya.
Ternyata harapanku tidak sia-sia. Hanya, bukan Roni yang mengambil
insiatif tetapi malah ibuku. “Kamu sudah kangen sama memiaw tante ya
Ron? Tante buka deh celana dalamnya biar kamu bisa melihat sepuasnya
atau melakukan apa saja sesuka kamu. Tetapi baju dan celana kamu dibuka
juga dong,” kata ibu sambil memelorotkan dan melepas celana dalamnya.
Saat ibuku mau melepas jilbabnya ditahan sama Roni, “Jangan dilepas
tante, tante lebih cantik kalo pake jilbab, sumpah”, rayu Roni
Dan ibuku senyum-senyum saja mendengar kata-kata Roni, kini ibuku
benar-benar telanjang tanpa sehelai benang yang menutupinya setelah CD
warna hitamnya dilepas dan dilemparkan sekenanya, hanya jilbab yang
masih menutupi kepalanya dan itu membuatku lebih terangsang karena Roni
pernah bilang pengen ngent*tin cewe yang masih pake jilbab, lebih bikin
nafsu katanya dan bener banget karena kurasakan ada sensasi yang luar
binasa kalo bisa ngent*tin cewe yang masih pake jilbab. Dan yang
membuatku kaget, memiaw ibu yang biasanya terlihat lebat ditumbuhi
rambut hitam, telah dicukur gundul. Padahal tiga hari lalu, saat aku
mengintipnya dari kamar seusai mandi, vagina ibu masih tertutup oleh
kerimbunan rambut hitam keritingnya.
Tetapi memiaw yang telah tercukur kelimis itu lebih merangsang karena
seluruh detilnya jadi terlihat jelas. Dalam posisi duduknya yang
mengangkang, kemaluan ibuku membentuk busungan besar yang terbelah di
bagian tengahnya. Hanya, bibir bagian luarnya yang berwarna coklat
kehitaman terlihat tebal dan berkerut. Kontras dengan warna di bagian
dalam yang agak kemerahan. Sedangkan kelentitnya yang berada di ujung
celah bagian atas, terlihat cukup besar ukurannya. Mungkin sebesar biji
jagung dan tampak mencuat. Ah .. merangsang banget.
Bibir bagian luar memiaw ibu yang berwarna coklat kehitaman, tebal dan
berkerut itu, kemungkinan terbentuk akibat seringnya tergesek kejantanan
milik laki-laki. Baik milik almarhum suaminya semasa hidup atau milik
ayah kandungku yang menjadi teman selingkuh ibu. Bahkan mungkin tongkol
beberapa pria lain yang pernah singgah dalam hidupnya karena beberapa
tahun lalu sempat pula kudengar kabar ibu ada main dengan salah seorang
atasannya hingga sebagai PNS ia sempat dipindahtugaskan ke daerah
terpencil selama beberapa waktu.
Roni menghampiri ibuku setelah melepas baju kokonya dan semua yang
dikenakannya. tongkolnya tampak tegak mengacung dan keras. Hanya, soal
ukuran, kuyakin setingkat di bawah punyaku yang lebih panjang dan
besar,palingan Cuma 13 cman dibanding punyaku yang kalo ngaceng banget
bisa sampai 17cman. Tadinya kukira Roni akan langsung menindih dan
menancapkan rudalnya di memiaw ibu yang memang telah menunggu untuk
disogok.
Namun dengan santai, bak lelaki dewasa yang sudah berpengalaman dengan
perempuan, direbahkannya tubuhnya dekat tubuh ibu mengangkang. Posisi
kepalanya persis berada diantara kedua paha ibu yang terbuka lebar atau
persis berhadapan dengan memiaw ibuku. Posisi itu dipilihnya, nampaknya
agar ia dapat dengan mudah menatapi memiaw ibuku dari jarak sangat dekat
dan sekaligus menyentuhnya.
Ibuku kian membuka lebar kangkangan pahanya ketika tangan Roni mulai
menjamah bagian paling sensitif miliknya. Diusap-usapnya bibir luar
memiaw ibu yang tebal dan berkerut dengan telapak tangannya dan sesekali
diselipkannya ujung jari tengah tangan Roni ke lubang di antara
celahnya. Disentuh sedemikian rupa oleh tangan Roni, terlebih ketika
jari tengah teman sekolahku itu menyentuh kelentitnya, mulut ibu mulai
mendesis dan melenguh.
Roni tak hanya menggunakan tangan untuk menyentuhnya tetapi mulai
menggunakan lidahnya untuk menjilat dan mengkilik lubang kenikmatannya,
maka desahan yang keluar berubah menjadi erangan. Bahkan tubuh ibuku
terlihat menggelinjang dan tergetar ketika Roni mengecupi dan menghisapi
kelentit ibuku. “Aauuw.. oh.. oh.. Ron kamu apakan memiaw tante.
Ssshh.. sshh oh enak banget Ron. Ya.. ya ahh enak banget Ron, terus
sayang ya terus aahhh ,” erangnya menahan nikmat.
Suara yang keluar dari mulut ibuku, bukannya membuat Roni menghentikan
aksinya. Tetapi malah memberinya semangat untuk membuat aksi jilatan dan
hisapan dengan mulutnya lebih efektif. Lidahnya makin dalam dijulurkan
ke dalam lubang kemaluan itu dan hisapannya pada kelentit ibu
dilakukannya dengan lebih keras dan gemas. Hingga tubuh ibuku
berkali-kali meronta dan menggeliat namun terlihat sangat menikmatinya
sambil meremas sendiri ujung jilbabnya.
Puncaknya, Roni tak hanya menjilati lubang memiaw ibuku. Lidahnya yang
kuyakin telah terlatih untuk menjilati lubang kemaluan Bik Suti, wanita
yang bekerja sebagai pembantu di rumahnya yang sering diceritakannya,
mulai mencari sasaran lain. Itu kuketahui karena setelah ia
meremas-remas pantat besar ibuku dan membukanya hingga lubang anusnya
terlihat, lidahnya kembali dijulurkan dan diarahkan ke sana. Dan tanpa
rasa jijik sedikitpun ia mulai menyapu-nyapukan lidahnya di lubang anus
yang berwarna senada dengan memiaw ibu yang coklat kehitaman.
Tidak hanya menyapu dan menjilat, lidah Roni pun dicolokkan bagian
ujungnya seolah berusaha menerobos ke bagian dalam lubang anus itu.
Diperlakukan seperti itu ibu memiawik keras menahan nikmat. “Iiiihhhh
diapakan lagi tante Ron. Okh.. okh.. sshh… aahh enak banget Ron. Kamu
pintar banget sayang. Tante nggak pernah merasakan yang seperti ini,”
ungkapnya terbata di sela-sela rintihan dan lenguhan yang keluar dari
mulut ibuku.
Mungkin karena sudah tak tahan menahan gairah yang kian memuncak, ibu
akhirnya menggeser tubuh. Melepaskan pantatnya dari mulut Roni yang
terus mencengkeram menyerang anusnya dengan jilatan lidahnya. Tadinya
ibu bermaksud melakukan serangan balik yakni mengerjai tongkol Roni
dengan mulutnya. Namun Roni memaksa ingin tetap dapat mengerjai bagian
bawah tubuh ibu. Hingga akhirnya disepakati untuk melakukan posisi 69
yang memungkinkan keduanya dapat menjilat dan menghisap bagian paling
peka milik keduanya.
Dengan posisi merangkak di atas tubuh Roni yang telentang, ibu memulai
aksinya dengan melakukan sapuan dan jilatan pada kepala penis Roni yang
tegak mengacung. Lalu, dikulum dan dimasukkannya batang penis Roni ke
dalam mulutnya sambil dihisap-hisapnya. Merangsang banget, melihat ibuku
yang masih berjilbab mengeluar masukkan tongkol Roni. Perlakuan serupa
dilakukan ibu pada kedua biji pelir kemaluan Roni. Maka kini Roni
dibuatnya seperti cacing kepanasan. Tubuh Roni terlihat mengejang. Ia
juga mengerang melampiaskan rasa nikmat yang diterimanya dengan meremasi
bongkahan pantat besar ibuku.
Menikmati adegan panas yang dilakukan ibu dan Roni dari tempatku
mengintip, tanpa sadar aku mengeluarkan sendiri tongkolku yang juga
telah tegak mengacung dan mulai meremasinya sendiri. Nafasku memburu
menahan gairah yang kian membakar. Ah, kapan aku bisa menyentuh dan
menikmati keindahan tubuh ibu seperti yang tengah dilakukan Roni saat
ini, keluhku membatin. Bahkan sempat pula menyelinap dalam anganku untuk
menikmati kehangatan tubuh Tante Romlah, ibunya Roni.
Kocokan pada penisku makin kupercepat ketika adegan di kamar ibu
mendekati klimaks. Kulihat ibu telah dalam posisi berjongkok di atas
pinggul Roni dan mengarahkan lubang memiawnya ke tonggak tongkol Roni
yang tegak mengacung. Maka ketika pantat ibu diturunkan perlahan, masuk
dan amblaslah batang tongkol itu ke dalam kehangatan kemaluan ibuku.
“Kamu diam saja Ron, kini giliran tante yang memberi kenikmatan,” kata
ibu sambil mulai menaik-turunkan pinggulnya.
Tidak hanya gerakan naik turun yang dilakukan ibu di atas tubuh Roni.
Sesekali, sambil membenamkan lebih dalam tongkol Roni di dalam lubang
memiawnya, pinggul ibu memutar-mutar sambil meremas-remas rambutnya yang
berjilbab sehingga agak longgar juga jilbab ibu dan tangan Roni kadang
ikut meremas tetek ibu yang besar itu, hingga keduanya merasakan
kenikmatan yang ditimbulkan. “Ah.. sshhh oh.. oh.. memiaw tante enak
banget seperti menghisap. Oh.. oh enak banget tante, ah.. ah punya Roni
mau keluar tan, akkhhhh… oouugghhh,”
“Tahan dulu Ron jangan dikeluarkan dulu. Kita ganti posisi ya? Biar keluarnya sama-sama enak,” ujar ibu sambil merubah posisi.
Tanpa menunggu lama, setelah ibu kembali dalam posisi mengangkang, Roni
yang terlihat sudah tidak mampu lagi mengontrol gairahnya langsung
mengarahkan ujung tongkolnya ke lubang memiaw ibuku. Dan entah disengaja
atau karena tak mampu menahan gairah yang menggebu, Roni menurunkan
pinggulnya dengan sentakan yang cukup kuat. Akibatnya, di samping batang
kemaluan Roni langsung amblas terbenam, ibu jadi memiawik tertahan.
“Auw .. pelan-pelan dong sayang,”
“Maaf tente. Habis Roni gemes sih sama memiaw tante,” kata Roni sambil terus menaik turunkan tubuhnya di atas tubuh ibuku.
Awalnya hanya perlahan. Namun ketika ibu mulai meningkahi dengan
menggoyang-goyang memutar pinggulnya, hunjaman tongkol Roni di memiaw
ibuku semakin cepat. Akibatnya peluh nampak berleleran pada pasangan
berlainan jenis sekaligus berbeda usia cukup jauh yang tengah
melampiaskan hasratnya itu. Sesekali tangan Roni kulihat ikut menarik,
meremas kuat jilbab ibu, menjamah dan meremasi tetek ibuku yang
terguncang-guncang. Memilin-milin putingnya dan juga menghisap dengan
mulutnya.
Tenda-tanda keduanya hendak mencapai klimaks terlihat ketika gerakan
Roni terlihat kian tidak terkontrol. Begitu pun ibu, goyangan pinggulnya
tidak berirama lagi. Puncaknya, keduanya sama-sama memiawik dan
mengerang dengan tubuh mengejang. “Hhaakh..akkhhh..mmm..ssssstt. ....
nnhhikkhhmmaaat…… bbhhaannggeetthh…. Rrrhhonn” erang ibuku, “Tante
Mmmhhoo ssshhaammmppp….oouugggghhh……” teriak ibuku sambil meremas kuat
jilbabnya yang sudah mulai terlepas. “Iiiyyyaahhh… tttthhaannn…
ssshhhaaamm…mmaa…aaahhhh……” tukas Roni sambil ngeremes tetek ibu
kuat-kuat. Maka jebolah pertahanan Roni, maninya tercurah menyembur di
lubang nikmat memiaw ibuku “Nnnikkhmatt… banget tantee..
haakh..hakh..aaaarrrggghhhh……c ccrooottt….crrrooott……sssssttt
tt…..hhhooookhhhhh….” ceracau Roni. Sedangkan ibuku, puncak orgasmenya
ditunjukkan dengan belitan kakinya ke pinggang Roni dibarengi tubuh yang
mengejang hebat. “Oookkhhhhh……yyyyaaahhhhh……eem mmmhh……ssssttthhhh…… “
Pagi itu, setelah ibu kembali ke kamar seusai membersihkan diri di kamar
mandi, sebenarnya Roni mencoba melakukan pemanasan kembali. Saat ibu
berdiri di depan meja rias dan hendak memakai celana dalam, Roni
mencegahnya. Ia berjongkok di depannya dan mulai mengecupi memiaw ibu.
Bahkan salah satu kaki ibu diangkatnya dan ditempatkannya di kursi meja
rias hingga memudahkannya menjilati memiaw ibu. Namun kendati ibu
terlihat kembali terangsang oleh hisapan mulut Roni pada kelentitnya, ia
menolak melanjutkannya lebih jauh.
Menurut ibu, hari ini ada rapat penting di kantornya yang tidak dapat
ditinggalkan. Maka Roni terpaksa harus menahan diri untuk kembali
melampiaskan gairah mudanya yang masih menggebu. Keduanya meninggalkan
rumah setelah berdandan rapi. Sedangkan aku, terpaksa meneruskan onaniku
yang belum tuntas sambil membayangkan hangatnya tubuh ibuku.
Bagian II
Sejak peristiwa itu, aku jadi tahu kemana perginya Roni tiap membolos
sekolah tanpa mengajakku. Belakangan memang Roni sering membolos tetapi
tidak memberitahu dan mengajakku. Rupanya dia punya acara asyik ngent*t
dengan ibuku. Tetapi yang membuatku kagum dan mengundang rasa ingin
tahuku, bagaimana awal mulanya hingga ia bisa berselingkuh dengan ibuku?
Untuk bertanya langsung padanya aku tidak berani. Takut dia jadi tahu
bahwa sebenarnya perbuatannya dengan ibuku telah diketahui olehku dan
pertemananku dengannya jadi renggang. Lagian terus terang, kalau diberi
kesempatan, aku juga ingin banget bisa bisa menikmati memiaw ibu. Juga
ngent*t dengan ibunya Roni yang bodi dan keseksiannya nyaris sama dengan
ibuku jadi aku harus membina keakraban dengan Roni. Hanya untuk
melangkah ke arah itu aku belum berani dan tidak punya pengalaman
seperti Roni.
Belakangan, sejak mengetahui antara ibu dan Roni ada hubungan khusus,
aku sering memberi kesempatan agar mereka bisa menyalurkan hasratnya
secara lebih leluasa. Saat Roni main ke rumah, aku pura-pura punya acara
dengan teman lain dan meninggalkan mereka. Padahal, aku malah ke rumah
Roni dengan berpura-pura pada ibunya hendak menemui dia. Hingga
belakangan hubunganku dengan ibunya Roni makin akrab dan aku bebas
melakukan apa saja di rumahnya seperti halnya Roni di rumahku.
Seperti sore itu, di saat Roni main ke rumah, aku berpura-pura udah
janjian dengan teman kampungku untuk menghadiri acara ulang tahun.
Padahal aku langsung ke rumah Roni. “Tadi katanya ke rumah kamu Did?
Padahal udah dari tadi lho,” kata ibunya Roni saat aku masuk.
Saat membukakan pintu, ibunya Roni rupanya habis mandi. Tubuhnya
kelihatan masih basah, terlihat dari baju kurung terusan yang dipakenya,
tercetak teteknya yang menggunung. Tetek ibu Roni lebih manteb dari
punya ibu, karena keliatan lebih runcing. Tapi jilbab yang dipakenya
sudah tampak rapi, keliatan mau pergi. “Hemm…” dengusku agak kesal juga.
Seperti halnya ibuku, ibunya Roni juga berbodi tinggi besar. Pantatnya
besar membusung dengan pinggul yang mengundang. Hanya, kulit Tante
Romlah (nama ibunya Roni) agak sedikit gelap. Tetapi kesemua bagian
tubuhnya benar-benar merangsang hingga membuatku terpana menatapinya.
Namun anehnya, kendati tatapanku terang-terangan tertuju pada dadanya
yang agak tercetak dan bagian lain tubuhnya yang mengundang selera, ia
seperti tak menghiraukannya.
Setelah mempersilahkanku masuk dan menutup pintu, dengan santai ia
membereskan koran dan majalah yang terserak di ruang tamu. Posisinya
yang agak membungkuk saat melakukan aktivitasnya itu menjadikan gairahku
terpacu lebih kencang. Betapa tidak, karena baju kurungnya yang lebih
mirip kayak daster Cuma ga tipis-tipis banget membuat bongkahan pantat
besarnya kini ikut-ikutan tercetak di bajunya dan keliatan ibu Roni
belum sempat memakai CD. “Fiuh… sayang mo pergi.., sial” umpatku dalam
hati
Kuyakin itu disengaja. Karena ia seperti berlama-lama dalam posisi itu
kendati koran dan majalah yang dibereskan hanya sedikit. Ah ingin
rasanya meremas pantat besar yang menggunung itu. Kalau Roni, mungkin ia
sudah nekad melakukan apa yang diinginkan. Tetapi aku tidak memiliki
keberanian hingga hanya jakunku yang turun naik menelan ludah.
“Eh Did, kamu ada acara nggak? Kalau nggak ada acara, tolong antar tante
ya. Tante harus menagih ke orang tapi tempatnya jauh dan sulit
kendaraan,” ujarnya setelah semua koran dan majalah tertata rapi di
tempatnya.
“Eee.. ee bi.. bisa tante. Nggak ada acara kok,” kataku agak tergagap.
“Kalau begitu tante ganti baju dulu. Oh ya kalau kamu haus ambil sendiri
di kulkas, mungkin masih ada yang bisa diminum,” ujarnya sambil
tersenyum. Senyum yang sangat manis namun sangat sulit kuartikan.
Satu buah teh botol dingin yang kuambil dari kulkas langsung kutenggak
dari botolnya. Rupanya, tontonan gratis yang sangat menggairahkanku tadi
membuat tenggorokanku jadi kering hingga teh botol dingin itu langsung
tandas. Belakangan baru kusadari, ternyata Tante Romlah tidak menutup
kembali pintu kamarnya. Dengan bertelanjang bulat, karena baju kurungnya
tadi telah dilepas, dengan santai ia memilih-milih baju yang hendak
dikenakan. Maka kembali suguhan mengundang itu tersaji di hadapanku.
Bukan hanya pantatnya yang besar membusung. Buah dada Tante Romlah juga
besar tapi keliatan kencang dan meruncing, mungkin 36C lah. Putingnya
yang berwarna coklat kehitaman, terlihat mencuat. Ah ingin banget bisa
membelai dan meremasnya atau menghisapnya seperti yang dilakukan Roni
pada tetek ibuku. Sebenarnya aku ingin banget melihat bentuk memiaw
Tante Romlah secara jelas. Namun karena posisinya membelakangiku, aku
tak dapat melihatnya. Tetapi benar seperti kata Roni, tubuh ibunya yang
berambut sebahu itu masih belum kehilangan pesonanya sebagai wanita.
Setelah menemukan baju yang dicari dan berniat dipakainya, Tante Romlah
berbalik dan memergokiku tengah menatapi tubuh telanjangnya. Tetapi
sepertinya ia tidak marah. Bahkan dengan santai, ia kenakan celana dalam
di hadapanku. Hanya karena merasa tidak enak dan takut dianggap terlalu
kurang ajar, aku segera meninggalkannya menuju ke ruang tamu untuk
menunggunya.
Ibunya Roni meski telah bergelar hajah dan setiap keluar rumah selalu
membungkus rapat tubuhnya dengan busana muslimah, namun masih
menjalankan usaha yang tercela. Di samping bisnisnya sebagai pedagang
perhiasan berlian, ia juga meminjamkan uang dengan bunga tinggi atau
rentenir, bahkan temenku Roni sempat beberapa kali memergoki ibunya
jalan bareng sama laki-laki di luar. Hanya kalau di rumah, pakaian yang
dipakainya agak lebih santai dan lebih tipis, menurutku lebih seperti
daster ibu-ibu tetangga cuman lebih panjang dan berlengan dan tidak
sungkan-sungkan memamerkan tubuh indahnya seperti yang barusan dilakukan
di hadapanku.
Rumah orang yang ditagih Tante Romlah ternyata memang cukup jauh dan
kondisi jalannya juga jelek. Untung orangnya ada dan memenuhi janjinya
membayar hutang hingga Tante Romlah terlihat sangat senang. Saat pulang,
karena sudah malam dan kondisi jalan sangat jelek, beberapa kali
motorku nyaris terguling. Karena takut terjatuh, Tante Romlah membonceng
dengan memeluk erat tubuhku.
Dengan posisi membonceng yang terlalu mepet, sepasang gunung kembar
Tante Romlah terasa menekan punggungku. Aku jadi membayangkan bentuknya
yang kulihat saat ia telanjang di rumahnya. Hal itu membuatku terangsang
dan menjadikan konsentrasiku mengendarai sepeda motor agak terganggu.
Bahkan nyaris menabrak pengendara sepeda yang ada di hadapanku. Untung
Tante Romlah segera mengingatkannya.
“Did karena kamu sudah mengantar tante, tante akan memberi hadiah
istimewa. Tapi kamu harus menjawab dulu pertanyaan tante dengan jujur,”
kata Tante Romlah saat perjalanan hampir sampai rumah.
“Pertanyaan apa Tan?”
“Tadi waktu lihat tante telanjang di kamar, kamu terangsang kan?” katanya berbisik di telingaku sambil kian merapatkan tubuhnya.
Aku tak menyangka ia akan bertanya seperti itu. Aku jadi bingung buat
menajawabnya. Harusnya kujawab jujur bahwa aku sudah sangat terangsang.
Tetapi aku nggak berani takut salah. Sampai akhirnya, kurasakan tangan
Tente Romlah meraba bagian depan celana dan meraba tongkolku yang telah
tegang mengacung. “Ini buktinya punyamu tegang dan mengeras. Pasti
karena terangsang membayangkan tetek tante yang menempel di punggungmu
kan?”
“I..i.. iya tan,” kataku akhirnya menyerah.
“Nah gitu dong ngaku. Makanya cepet deh bawa motornya biar cepet sampai
rumah. Kalau Roni belum pulang, nanti kamu boleh lihat punya tante
sepuasmu,” ujarnya lagi sambil terus mengelus tongkolku.
Penawaran ibunya Roni adalah sesuatu yang paling kudambakan selama ini.
Maka langsung saja kupacu kencang laju sepeda motor seperti yang
diperintahkannya. Mudah-mudahan saja Roni belum pulang hingga tidak
membatalkan niat Tante Romlah untuk memberi hadiah istimewa seperti yang
dijanjikannya. Mudah-mudahan ia masih terus asyik menikmati kehangatan
tubuh ibuku seperti yang pernah kulihat.
Sampai di rumah, setelah tahu Roni belum pulang, aku diminta memasukkan
sepeda motor dan menutup pintu. “Setelah itu tante tunggu di kamar,”
ujarnya.
Namun setelah semua perintahnya kulaksanakan, aku ragu untuk masuk ke
kamar Tante Romlah seperti yang diperintahkannya. Tidak seperti Roni
yang telah berpengalaman dengan wanita setidaknya dengan pembantu di
rumahnya dan dengan ibuku, aku belum pernah melakukannya meskipun sering
beronani dan membayangkan menyetubuhi ibuku maupun ibunya Roni. Hingga
aku hanya duduk mencenung di ruang tamu menunggu panggilan Tante Romlah.
Sampai akhirnya, mungkin karena aku tak kunjung masuk ke kamarnya, Tante
Romlah sendiri yang keluar kamar menemuiku. Hanya yang membuatku kaget,
ia keluar kamar bertelanjang bulat tanpa sehelai benang menutupi
tubuhnya. “Katanya suka melihat tante telanjang, kok nggak cepet masuk
ke kamar tante?” katanya menghampiriku.
Ia berdiri tepat di hadapan tempatku duduk seolah ingin mempertontonkan
bagian paling pribadi miliknya agar terlihat jelas olehku. Tak urung
jantungku berdegup lebih kencang dan jakunku turun naik menelan ludah.
Betapa tidak, tubuh telanjang Tante Romlah kini benar-benar terpampang
di hadapanku. Diantara kedua pahanya yang membulat padat, di
selangkangannya kulihat memiawnya yang menggunduk. Licin tanpa rambut
karena habis dicukur. Dan seperti memiaw ibuku, bibir luar kemaluannya
yang berwarna coklat kehitaman tampak berkerut-kerut.
Seperti kebanyakan wanita seusia dengannya, perut Tante Romlah sedikit
membuncit dan ada lipatan-lipatan di sana. Namun buah dadanya yang
menggantung dengan putingnya yang menonjol nampak lebih besar ketimbang
milik ibuku. Ibu temanku itu hanya tersenyum melihat ulahku yang seperti
terpana menatapi bukit kemaluannya.
Entah darimana datangnya keberanian itu, tiba-tiba tanganku terulur
untuk meraba memiaw Tante Romlah. Hanya sebelum berhasil menyentuh,
keraguan seperti menyergap hingga nyaris kuurungkan niatku. “Ayo Did
pegang saja. Kamu ingin merabanya kan? Sudah lama punya tante nggak ada
yang menyentuh lho,” rayu Tante Romlah melihat keraguanku.
Hangat, itu yang pertama kali kurasakan saat telapak tanganku akhirnya
mengusap memiaw wanita itu. Permukaannya agak kasar, mungkin karena
bulu-bulu rambutnya yang habis dicukur. Sedangkan di bagian tengah, di
bagian belahannya, daging kenyal yang berkerut-kerut itu terasa lebih
hangat. Aku mengelus dan mengusapnya perlahan. Ah, tak kusangka akhirnya
aku dapat menjamah kemaluan Tante Romlah yang sudah lama kudambakan.
Sambil tetap duduk, aku terus merabai memiaw ibu temanku itu. Bahkan
jariku mulai mencolek-colek celah diantara bibir vaginanya yang
berkerut. Lebih hangat dan terasa agak basah. Sebenarnya aku ingin
sekali melihat bentuk kelentitnya. Namun karena Tante Romlah berdiri
dengan kaki agak merapat, jadi agak sulit untuk dapat melihat
kelentitnya dengan leluasa. Untungnya, Tante Romlah langsung tanggap.
Tanpa kuminta, kaki kanannya diangkat dan ditempatkan di sandaran kursi
tempat aku duduk.
Dengan posisinya itu, memiaw ibunya Roni jadi lebih terpampang di
hadapanku dalam jarak yang sangat dekat. Kini bibir kemaluannya tampak
terbuka lebar. Di bagian dalam warnanya kemerah-merahan. Dan kelentitnya
yang ukurannya cukup besar juga terlihat mencuat. “Pasti kamu ingin
lihat itil tante kan? Ayo lihat sepuasmu Did. Atau jilati sekalian.
Tante ingin merasakan jilatan lidahmu,” ujar Tante Romlah lagi.
Ia mengatakan itu sambil memegang kepalaku dan menekannya agar mendekati
ke selangkangannya. Jadilah wajahku langsung menyentuh memiawnya karena
tarikan Tante Romlah pada kepalaku memang cukup kuat. Saat itulah,
aroma yang sangat asing yang belum pernah kukenal sebelumnya membaui
hidungku. Bau yang timbul dari lubang memiaw ibunya Roni. Bau yang aneh
tapi membuatku makin terangsang.
Aku jadi ingat segala yang dilakukan Roni pada memiaw ibuku. Maka
setelah menciumi dengan hidungku untuk menikmati baunya, bibir
kemaluannya yang berkerut langsung kulahap dan kucerucupi. Bahkan
seperti menari, lidahku menjalari setiap inci lubang nikmat Tante
Romlah. Sesekali lidahku menyodok masuk sedalam yang bisa dicapai dan di
kesempatan yang lain, ujung lidahku menyapu itilnya. Hasilnya, Tante
Romlah mulai merintih perlahan. Tampaknya ia mulai merasakan kenikmatan
dari tarian lidahku di lubang kemaluannya.
“Ahhhh… sssshhhhh … aakkkhh enak banget Did. Terus sayang, aakkkhh ..
ya.. ya enaaakhh sayang ahhhhh,” suara Tante Romlah mulai merintih dan
mendesis.
Ia juga mulai merabai dan meremasi sendiri buah dadanya. Aku jadi makin
bersemangat karena yang kulakukan telah membuatnya terangsang. Itil
Tente Romlah tidak hanya kujilat, tetapi kukecup dan kuhisap-hisap.
Sementara bongkahan pantat besarnya juga kuraih dan kuremasi dengan
tanganku. “Auuww … enak banget itil tante kamu hisap sayang! Aahh….
sssshhhhh ..oookkkhhhh… enak banget. Kamu pinter banget Did,… aaakkkhhh
….ssshh …aaarrrggghhh,” rintihanya makin menjadi.
Cukup lama aku mengobok-obok memiaw Tante Romlah dengan mulut dan
lidahku. memiawnya menjadi sangat basah karena dibalur ludahku bercampur
dengan cairan vaginanya yang mulai keluar. Akhirnya, mungkin karena
kecapaian berdiri atau gairahnya semakin memuncak, ia memintaku untuk
menghentikan jilatan dan kecupanku di liang sanggamanya. “Kalau
diterusin bisa bobol deh pertahanan tante,” ujarnya sambil memintaku
untuk berganti posisi.
Namun sebelumnya, ia memintaku untuk membuka semua yang masih kukenakan.
Bahkan seperti tak sabar, saat aku tengah melepas bajuku ia membantu
melepas ikat pinggang dan memelorotkan celana jins yang kukenakan.
Termasuk celana dalamku juga dilolosinya.”Wow… tongkol kamu gede banget
Did! Keras banget lagi,” seru Tante Romlah saat melihat tongkolku telah
terbebas dari pembungkusnya.
Diremas-remas dan dibelainya tongkolku, membuatku tambah ngaceng saja
dan saat lidahnya mau menyentuh tongkolku aku minta Tante Romlah
mengenakan jilbabnya lagi, ku bilang rayuan yang sama punyanya Roni,
“Tante keliatan cantik kalo masih pakai jilbab” rayuku, sambil
senyum-senyum geli ibu Roni memakai jilbabnya kembali dan saat Tante
Romlah sibuk memakai jilbabnya, aku gak sabar ngeliat tetek tante yang
menganggur, seketika aku jilat-jilat sambil ku hisap pelan putting
teteknya bergantian sehingga Tante Romlahpun agak menggelinjang,
“Oouukkhh…udah gak sabar ya, lidah kamu pinter juga… eemmmhhh……” desah
Tante Romlah.
“Sekarang giliran lidah tante Did” kata tante yang langsung jongkok dan
mencaplok kepala tongkolku dengan mulut dan lidahnya. “Uuukkhhh……
aaaakhhhhh…..” desahku saat lidah basah tante menyentuh tongkolku,hangat
banget.
Mulut tante keliatan kesulitan menggelomoh tongkolku yang lumayan besar
diameternya, tapi meliat mulut tante bekerja keras mengenyot tongkolku
apalagi dengan masih pakai jilbab membuat aku sangat terangsang karena
baru kali ini akau merasakan lidah perempuan menari-nari di tongkolku. “
Mulut tante gak muat sayang, panjang dan gedhe banget sih, emm..emm…
tapi tante suka banget…” Sambil menghisap, tante juga mengocok-ngocok
tongkolku hingga makin tambah panjang dan keras saja tongkolku. Dengan
gemas, tante mengulum juga biji tongkolku sambil tangannya tetap
mengocok tongkolku dengan kencang. “Aaakkhhhh…… eennaakk…banget tante,
mulut tante hhaaahh…ngaatthhh banget…oohh” ceracauku merasakan kenyotan
mulut Tante Romlah yang luar biasa nikmat, tongkolku seperti di
sedut-sedut dan pintarnya mulut dan lidah Tante Romlah hanya bermain di
kepala tongkolku yang notabene itu bagian paling peka di tongkol
laki-laki sambil tangannya mengocok, meremas dan memilin-milin batang
tongkolku dengan cepat dan teratur. Aku makin gak tahan dengan perlakuan
Tante Romlah tersebut, “Ennakkhh… sssaaayyyhhaaa….. dah gak
kuaaat…tttaaann…” teriakku sambil ku remas-remas kepala tante yang
berjilbab. “Eemmm….mmmm……. sssllluuurrrpp….slluurrppp….ii yyahh…
keluarin di mulut tante aajahh Did, tante pengen banget minumm ppeejuhh
kkkaammuu….” Jawab Tante Romlah sambil makin kenceng ngocok dan
ngenyotin tongkol ku.
Saat kurasakan kenikmatan sudah di ubun-ubun dan aku gak mampu nahan
lagi, kutembakkan seluruh maniku ke dalam rongga mulutnya sampai ada 8
kali tembakan tapi yang pertama bercecer di wajah tante sampai
jilbabnyapun kena tembakan maniku saking kencengnya,
“Aaaaarrggghhhhhh……hhhhaaaaakk khhhh……cccrrootttt…… issseepp…
tttaanttheee….aakkkhhhhh….. crrooott…crrottt…ccrroott……sse rrrrr……
ookkhhhh….sssstttt…” teriakku sambil ngeremas jilbab tante dengan
kuatnya. Dan Tante Romlahpun mengulum tongkolku dengan kuat saat
kutembakkan maniku sambil meremas gemas tongkolku, “eemmm….eemmmmmmhhh….
sslluurrrppp…. Enak banget pejuh kamu Did… ahhhhhh” desah tante sambil
menelan semua maniku, sempat kulihat maniku lumayan banyak di mulutnya.
Sesaat aku merasa lemas banget, sambil mengatur nafas aku tiduran di
kasur tante. Ternyata memang luar biasa, bisa ngecrotin maniku di wajah
perempuan berjilbab, sensasinya luar biasa. “Kok belum turun-turun juga
nih tongkol?” kata tante melihat tongkolku yang masih lumayan ngaceng
walaupun udah ngecrot berulang-ulang. Dan memang kurasakan tongkolku
masih lumayan keras. “Sekarang, tante pengen ngajak kamu ngerasain
kemutan tante yang bawah, mau gak Did” tanya tante manja, membuatku
mulai bergairah dan gak sabar pengen bener-bener ngent*tin Tante Romlah.
Dibelai dan di elus-elusnya tongkolku sesaat. Ia sepertinya mengagumi
ukuran tongkolku. Lalu ia duduk di kursi tempat aku duduk sebelumnya
dengan posisi mengangkang. Kedua kakinya dibukanya lebar-lebar hingga
memiawnya yang membusung terpampang dengan belahan di bagian tengahnya
membuka. Kelentitnya yang mencuat nampak mengintip di sela-sela bibir
luar kemaluannya yang berkerut-kerut.
Tante Romlah yang nampaknya jadi tak sabar langsung menarikku mendekat.
Dibimbing tangan wanita itu tongkolku diarahkan ke lubang memiawnya.
“Dorong dan masukkan Did tongkolmu. Ih gemes deh, punya kamu besar
banget,”.
Tanpa menunggu perintahnya yang kedua kali, aku langsung menekan dan
mendorong masuk tongkolku ke lubang memiawnya. Tapi, “Aaauuww,.. jangan
kencang-kencang Did. Bisa jebol nanti memiaw tante,” pekik Tante Romlah.
Aku jadi kaget dan berusaha menarik kembali tongkolku namun dicegah
olehnya. “Jangan sayang, jangan ditarik. Biarkan masuk tetapi
pelan-pelan saja ya,” pintanya.
Seperti yang dimintanya, batang tongkolku yang baru masuk sepertiga
bagian kembali kudorong masuk. Namun dorongan yang kulakukan kali ini
sangat perlahan. Hasilnya, bukan cuma Tante Romlah yang terlihat
menikmati sodokan tongkolku di memiawnya. Tetapi aku pun merasakan
sensasi kenikmatan yang sangat luar biasa. Kenikmatan yang belum pernah
kurasakan sebelumnya. Kenikmatan yang sulit kulukiskan.
Terlebih ketika tongkolku mulai kukeluarmasukkan ke dalam lubang nikmat
itu. Ah, luar biasa nikmat. Jauh lebih enak menikmati kehangatan memiaw
Tante Romlah daripada mulut Tante tadi, kemutannya sangat terasa, peret
banget. Bagian dalam dinding memiaw Tante Romlah seperti menjepit dan
menghisap hingga menimbulkan kenikmatan tiada tara.
“Ttteeerrrhhhussss…… Did,.. uuukkhhhhh… uuuuukkkhhhh……. tongkolmu enak
banget. Gede dan marem banget. Aakkhhh iiii…yyyyhhhaaa Diddd, terus
sogok memiaw Tante ssshhayaaannggg. Aaakkkhhhh,.. aaakkkhhhhhh…
aaaakkkkhhhh…. Ssshhhhhh……,” Tante Romlah mengerang nikmat.
Mendengar erangannya, aku jadi kian bersemangat mengent*tinya. Apalagi
aku melakukannya sambil terus memandangi memiawnya yang tengah
diterobosi tongkolku. Ternyata, di bibir luar kemaluan Tante Romlah ada
sebentuk daging yang menggelambir. Saat batang penisku kudorong masuk,
daging menggelambir itu ikut terdorong masuk. Namun saat aku menariknya,
bagian tersebut juga ikut keluar. Melihat itu sodokan tongkolku pada
lubang nikmat wanita itu kian bersemangat.
“memiaw Tante nggak enak ya Did? Kok dilihatin begitu?” Kata Tante Romlah. Rupanya ia memperhatikan ulahku.
“Eee. enak bangat Tante. Sungguh. memiaw tante bisa meremas. Saya sangat
suka,” ujarku tanpa berterus terang perihal bagian daging yang
menggelambir dan menarik perhatianku.
“Bener Did? Kalau kamu suka, kapanpun kamu boleh ent*tin terus tante.
Tante juga suka banget tongkol kamu. Aaaahhh….. ssssskkkhhhhhh…
aaaaakkkkhhhhhhh… eeennnaaaaakkkkkhhhhh bangat sayang. Ooouuggghhhhhhh
terus Did, aaayyyooo sayang ssssshhhoooo…….gggghhhooookkkk hhh……
teruuuu..ssshhhhh. Aaaaakkkkhhhhhh… aaaahhhhhh
…mmmmpphhhh……sssssshhhhhh….aaa akkkhhhhh,” erang nikmat Tante Romlah
sampai menggelinjang tak karuan.
Sambil terus melakukan sodokan ke liang sanggamanya, perhatianku juga
tertarik pada buah dada Tante Romlah yang terlihat terguncang-guncang
seiring dengan guncangan tubuhnya. Maka langsung saja kuremas-remas
teteknya yang berukuran besar dan kencang itu. Sesekali kedua putingnya
yang mencuat, berwarna coklat kehitaman kupilin-pilin dengan
jari-jariku. Alhasil Tante Romlah kian kelojotan, desah nafasnya semakin
berat dan erangannya semakin menjadi.
Aku menjadi keteter ketika wanita itu mulai melancarkan serangan balik
dan menunjukkan kelihaiannya sebagai wanita berusia matang. Ia yang
tadinya mengambil sikap pasif dan hanya menikmati setiap sogokan
tongkolku di memiawnya, mulai menggoyangkan pinggulnya. Goyangannya
seakan mengikuti irama sodokan tongkolku di memiawnya.
Maka yang kurasakan sungguh di luar perhitunganku. Jepitan dinding
vaginanya pada kemaluanku terasa semakin menghimpit dan putarannya
membuat batang tongkolku serasa digerus dan dihisap. “Ooookkkhhhhh…
ooohhhhhh… sshhh ..sshhh ahahh enak bangat tante. Mmmhheee…mmeeekkkhh
tante enak banget. Sssshh….. sssaaa.. ..saya ngggaaakkhh.. tahan tante.
Ooohhhhh… ooouuukkhhhhhhh,” ucapku menahan kemutan memiaw tante yang
sangat nikmat.
“Ttthhhaaaaa……hhhhaaaannnn Did, tante jjjuuugggaaahh…. hampir sampai.
Aakkkkhhhhh……nnniiiikkkkhhh…. mmaaatt banget… kkkhhhooo…nnntthhooollll….
kamu eeeennnaaakkkhhh banget Did. Aaaarrrgggggghhhhh.. sshhhhhh….
aaahhhhh sssssshh…. Mmmmppphhhhh…….ookkhhh……akkhh aakhhh…aakkhhh….,”
Erang Tante Romlah sambil tangannya meremas kuat pinggulku.
Seperti yang diinginkannya, aku berusaha keras menahan jebolnya
pertahananku. Namun saat goyangan pantat Tante Romlah kian menjadi,
berputar dan meliuk-liuk lalu disusul dengan melingkarnya kedua kaki
wanita itu ke pinggangku dan menariknya, akhirnya ambrol juga semua yang
kutahan. Seperti air bah, air maniku kini memancar lebih deras dan
lebih banyak dari ujung tongkolku mengguyur bagian dalam memiaw ibu
temanku itu diantara rasa nikmat yang sulit kulukiskan.
“Ssssaaa….yyyyhhaaaa nggaaaakkhhh…. tahan tanteeee, aaakkkkkhhhhhh…
ooookkhhhh……… sssshhhhhh ..aaakkkhhh… aaaaakkkkhhhhhh..aakkhhhhhhh……
cccrrootttttt….crroott…cccrroo ttt….ccccrrootttt….sseerrrrr……
hhhoooookkhhh……….,” lolongku panjang sambil meremas kuat-kuat tetek
Tante Romlah.
Kenikmatan yang kudapat semakin berlipat ketika beberapa detik
berselang, memiaw Tante Romlah berkedut-kedut menjepit, meremas dan
seperti menghisap dengan keras tongkolku. Rupanya, ia juga telah sampai
pada puncak gairahnya. “Ttttaaaannn…..tttteeeee….. jjjjuuu…gggaaa
nyampaaaaiiii…… Did. Aaaaaaarrrrggghhhhhhh.. aaakkhhhh……ssshhhh… ohhh
…oookkhhhhhh … aaaakkkhhhhh……,. Enak… eenaakkkhhh…. bangat Did,…
hhhaaahhh…. Hhhaaaakkhhhh.. aaaakkhhhh….. …..aaaakkkkhhhhhhhh,” ia
merintih keras dan diakhiri dengan erangan panjang sambil jilbab yang
sudah awut-awutan di kapalanya dia remas kuat-kuat.
Tante Romlah menciumiku dan memeluk erat tubuhku dalam dekapan hangat
tubuhnya yang bermandi keringat setelah puncak kenikmatan yang kami
rasakan. “Tante sangat puas Did. Sudah lama tante tidak merasakan yang
seperti ini. Kalau kamu suka, pintu rumah tante selalu terbuka kapan
saja,” katanya sambil terus memeluk dan menciumiku sampai akhirnya ia
mengajakku mandi bersama.
Di kamar mandipun, aku nggak mau menyia-nyiakan kesempatan, melihat
tubuh ibu temanku basah membuatku sangat bergairah. Aku hajar Tante
Romlah dari belakang dengan tiba-tiba dan cepat, tongkolku masuk lebih
dalam, ku genjot ibu temanku ini dengan lebih ganas dan kuat sambil
teteknya yang menggantung indah aku remas-remas dari belakang. Kebetulan
di kamar mandinya ada cermin di dinding untuk berhias jadi aku bisa
melihat wajah ibu temanku ini megap-megap, kelojotan menerima sogokan
tongkolku yang besar. “Aaaaauuwwwww……. Aaaaaarrggghhhh…..aaakkkhhh…aa
kkhh aakkhh…aakkhhh…. Aarrrggghhhh… pppee…. Llhannn Dddiiiddd….”
Jeritnya, tapi aku tetap saja menyogoknya dengan buas bahkan dengan
ritme yang lebih cepat. Dan Tante Romlah hanya bisa
menggelinjang-gelinjang dan tubuh ibu temanku ini berguncang-guncang
dengan hebatnya. “Hhaahh…kenapa tante? Sakit tante?” godaku sambil tetap
menyogokkan tongkolku ke memiawnya. “Nnggghh…ggggaaakkkhhh…
Hhhooookkhhhh… nikmat bangat Did… tongkolmu… manteb bangat….
Aakhh…aakkhh…aakkhh…akkhhh… Mmmmpphh… sssshhhhhh…”
“Sssooo…dddooookkhhhh….. ttteruuss…. Dddiidddd… ooouugghhhh…..”
“Tantteee…. Ddaaahhh…nnngggaaaakkhhhhh…. Tttaaahhhannn….
Aaaaakkkhhhhhhh…… oooouugghhhh…… ssshhhhhh….” Jerit orgasme ibu temanku
ini sambil meremas-remas teteknya, badanya bergetar hebat, melenguh dan
menjepit tongkolku dengan sangat kuat serta menyedut-nyedutnya membuat
aku juga nggak kuat, akhirnya kutembakkan maniku ke liang memiawnya
dengan masih aku sogok-sogokkan tongkolku dan saat tembakan
terakhir-akhir aku masukkan semua tongkolku ke dalam memiawnya,
“Aaaaakkhhhhh…nnniikkkkhhh…mmm aattthhh….bbaannggaattt…. ttaaantteee….
Ookkkhhhh…… ccrrooott….crrott…ccrrottt…aaa ahhhhhhhh………”
Tubuh kita sama-sama ambruk di lantai kamar mandi dan tongkolku masih
tetap kubenamkan di liang memiaw ibu temanku ini sambil terengah-engah
merasakan guyuran air shower kamar mandi. Luar biasa nikmatnya.
Malam itu setelah makan bersama, aku dan Tante Romlah mengulang beberapa
kali permainan panas yang tidak sepantasnya dilakukan. Berkali-kali air
maniku muncrat membasahi lubang memiawnya dan membuat lemas
sendi-sendiku. Namun, berkali-kali pula Tante Romlah mengerang dan
merintih oleh sogokan tongkol besarku. Baru saat menjelang pagi kami
sama-sama terkapar kelelahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar